REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Di tengah berbagai tekanan ekonomi global, kondisi ekonomi dan keuangan syariah terus tumbuh mendukung pemulihan ekonomi nasional. Direktur Pengembangan Ekonomi dan Keuangan Syariah KNEKS, Afdhal Aliasar mengingatkan untuk tidak merasa puas dengan pencapaian saat ini.
"Ke depan tentunya kita tidak bisa puas dengan perkembangan (sektor industri halal) yang sudah ada. Potensi terjadinya dinamika dan gejolak keuangan global perlu kita cermati khususnya dampak terhadap kemandirian ekonomi Indonesia," ujarnya kepada Republika, Senin (8/5/2023).
Sektor industri halal, lanjutnya, akan menjadi penopang industri Indonesia untuk bisa lebih mandiri dan mengurangi ketergantungan dari produk impor. Potensinya bahkan tidak hanya untuk masyarakat Indonesia, namun dengan kemampuan produksi yang baik dan berdaya saing yang mampu memenuhi kebutuhan produk halal dunia.
"Pasar-pasar produk halal dunia semakin terbuka dan sudah kita petakan. Insya Allah peran Indonesia akan lebih besar lagi di kancah global di bidang industri halal. Khususnya dengan ketetuaan Indonesia di ASEAN tahun ini, inisiatif pengembangan industri halal global akan mulai kita gaungkan lebih kuat," harapnya.
Sebelumnya, Wakil Presiden KH Ma'ruf Amin memperkirakan sektor prioritas Halal Value Chain (HVC) tahun ini tumbuh 4,5–5,3 persen. Prediksi pertumbuhan ini kata Kiai Ma'ruf, seiring berlanjutnya pemulihan ekonomi nasional.
"Kontribusi ekonomi dan keuangan syariah bagi pembangunan dalam negeri tercatat cukup signifikan. Sektor prioritas Halal Value Chain diperkirakan tahun ini tumbuh 4,5–5,3 persen," ujar Kiai Ma'ruf saat membuka Asia Pacific Tax Forum ke-14 di Hotel Aryaduta, Jakarta, Rabu (3/5/2023).
Kiai Ma'ruf menjelaskan, secara keseluruhan, sektor prioritas HVC yang mencakup pertanian, makanan halal, fesyen Muslim dan pariwisata ramah Muslim tercatat mampu menopang lebih dari 25 persen ekonomi nasional.
Sementara untuk sektor jasa keuangan syariah, kontribusi Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) bagi pembiayaan pembangunan juga tercatat cukup signifikan. Dia melanjutkan, sejak pertama kali diterbitkan pada 2013, SBSN telah mendukung pembiayaan produktif untuk 3.593 proyek dengan total nilai pembiayaan Rp 173,8 triliun.
Karena itu, pemerintah terus berkomitmen meningkatkan peran strategisnya di berbagai forum regional, multilateral, dan internasional terlebih saat ekonomi global tertekan akibat pandemi dan aneka disrupsi.