Selasa 09 May 2023 19:38 WIB

Polisi Pakistan Gunakan Gas Air Mata Bubarkan Massa Pendukung Imran Khan 

Di kota Khan tinggal, Lahore, polisi mengandalkan meriam air untuk membubarkan massa.

Pendukung Imran Khan, mantan Perdana Menteri dan ketua partai politik oposisi Pakistan Tehreek-e-Insaf (PTI), menghadiri pidatonya selama acara kampanye pemilihan PTI, di Minar-e-Pakistan di Lahore, Pakistan, Sabtu (25/3/2023). Kampanye pemilihan umum sedang berlangsung di provinsi Punjab terbesar di negara itu, di mana Lahore adalah ibu kotanya. Khan dicopot dari jabatannya sebagai perdana menteri pada April 2022 melalui mosi tidak percaya.
Foto: EPA-EFE/RAHAT DAR
Pendukung Imran Khan, mantan Perdana Menteri dan ketua partai politik oposisi Pakistan Tehreek-e-Insaf (PTI), menghadiri pidatonya selama acara kampanye pemilihan PTI, di Minar-e-Pakistan di Lahore, Pakistan, Sabtu (25/3/2023). Kampanye pemilihan umum sedang berlangsung di provinsi Punjab terbesar di negara itu, di mana Lahore adalah ibu kotanya. Khan dicopot dari jabatannya sebagai perdana menteri pada April 2022 melalui mosi tidak percaya.

REPUBLIKA.CO.ID, ISLAMABAD – Polisi Pakistan menggunakan gas air mata dan meriam air untuk menguraikan protes pendukung mantan perdana menteri, Imran Khan. Aksi massa merebak di sejumlah kota di seantero Pakistan menyusul penahanan Khan oleh badan antikorupsi Pakistan (NAB). 

Laman berita Aljazirah, Selasa (9/5/2023) melaporkan, di Karachi, polisi menembakkan gas air mata kea rah pengunjuk rasa. Mereka beraksi di jalan utama kota terbesar Pakistan tersebut. Di wilayah timur Lahore, para pendukung Khan juga turun ke jalan. 

Di kota tempat Khan tinggal tersebut, polisi mengandalkan meriam air untuk membubarkan massa. Sejumlah saksi mata menuturkan, para pendukung Khan memblokade jalan. Polisi dalam keadaan siaga menyusul demonstrasi para pendukung Khan. 

NAB menahan khan di Pengadilan Tinggi Pakistan dalam aksi dramatis. Gambar video penahanan Khan menunjukkan, lusinan personel keamanan dengan pakaian antihuru-hara, mengerubungi Khan dan membawanya ke sebuah van hitam. 

Khan (70), atlet kriket yang kemudian berubah menjadi politisi, tak tinggal diam setelah ia dijatuhkan dari kursi perdan menteri tahun lalu. Bahkan setelah ia terluka pada November lalu akibat serangan yang menargetkan konvoinya. 

Saat itu, ia memimpin massa ke Islamabad untuk mendesak percepatan pemilu. NAB mengeluarkan surat perintah penahanan pada 1 Mei lalu. Ia dituding melakukan tindak korupsi. Kasus korupsi yang dituduhkan belum diketahui secara spesifik. 

Kasus gratifikasi merupakan salah satu dari 100 lebih kasus yang dituduhkan kepada dirinya sejak ia dijatuhkan dari jabatan perdana menteri melalui pemungutan suara di parleman April tahun lalu. Ia menjabat empat tahun dari masa jabatan lima tahun. 

Penahanan terhadap Khan terjadi sehari setelah militer mengeluarkan sanggahan atas tuduhan Khan. Sebelumnya, Khan intens menuding pejabat militer berupaya menghabisi nyawanya. Mantan pemimpin militer ia tuding berada dibalik pendongkelan dirinya sebagai PM. 

Pada Selasa (9/5/2023) pagi, Khan melawan balik militer. Ia mengulangi tuduhannya dan menambahkan, pejabat yang sama dari Inter Services Intelligence (ISI) Mayor Jenderal Faisal Naseer, bertanggung jawab atas pembunuhan terhadap jurnalis ternama Pakistan di Kenya. 

sumber : Reuters
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement