REPUBLIKA.CO.ID, KUALA LUMPUR -- Kementerian Kesehatan Malaysia meninjau dan memperbarui pedoman COVID-19 usai Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) tidak lagi menetapkan status kedaruratan kesehatan masyarakat global. Menteri Kesehatan Malaysia Zaliha BT Mustafa dalam pernyataan media yang diakses di Kuala Lumpur, Selasa (9/5/2023), mengatakan, tinjauan itu akan mengacu pada pernyataan WHO terkait transisi manajemen jangka panjang pandemi COVID-19.
"Pada saat yang sama, kementerian melanjutkan langkah-langkah pengendalian dan pencegahan COVID-19 berdasarkan protokol yang ada," ujar Zaliha.
Kementerian Kesehatan Malaysia telah memperpanjang penetapan daerah penularan untuk periode 1 Januari hingga 30 Juni 2023. Berdasarkan penilaian situasi terkini COVID-19 di negara itu, status tersebut diteruskan.
Penetapan daerah penularan atau kasus infeksi lokal diperlukan untuk memenuhi keperluan isolasi kasus di mana saja selain rumah sakit. Penetapan itu juga untuk keperluan pemberi kerja menanggung biaya perawatan dan pengujian COVID-19 untuk para pekerjanya.
Ia mengatakan, diharapkan penilaian risiko situasi infeksi COVID-19 di Malaysia akan dilakukan pada pertengahan Juni 2023 untuk meninjau penetapan daerah infeksi lokal untuk menentukan arah selanjutnya. Berdasarkan pantauan Kementerian Kesehatan Malaysia, situasi terkini COVID-19 hingga Pekan Epidemiologi ke-18 yaitu dari 30 April hingga 6 Mei 2023, dengan 7.596 kasus telah dilaporkan.
Persentase kasus yang dilaporkan dalam pekan ke-18 iu meningkat sebesar 53,1 persen dibandingkan dengan jumlah kasus yang dilaporkan dalam pekan ke-17 yang mencapai 4.963 selama periode 23-29 April 2023. Tingkat rawat inap pasien COVID-19, termasuk pasien suspek COVID-19, ke fasilitas kesehatan umum juga merupakan indikasi peningkatan dari 5,8 menjadi 7,2 per 100.000 penduduk pada Pekan Epidemiologi ke-18 jika dibandingkan dengan pekan ke-17.
Namun, ia mengatakan, situasi infeksi COVID-19 di Malaysia masih terkendali dan layanan kesehatan di rumah sakit tidak terpengaruh.