REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Amerika Serikat (AS) terancam mengalami default atau gagal bayar utang. Menteri Keuangan Janet Yellen memperingatkan kemungkinan AS kehabisan uang untuk bayar utang pada 1 Juni 2023 mendatang.
Lalu bagaimana dengan utang Indonesia? Menurut Chief Economist Bank Mandiri, Andry Asmoro, perekonomian Indonesia cukup resilien salah satunya tercermin dari struktur utang yang sehat.
"Tingkat utang di Indonesia relatif manageble dan jauh dari limit yang membahayakan di atas 60 persen," kata Andry, Selasa (9/5/2023).
Andry memaparkan, tingkat utang Indonesia terhadap PDB saat ini mencapai 39,5 persen. Angka tersebut jauh lebih rendah dibandingkan negara berkembang lainnya seperti Brasil dan Filipina yang masing-masing mencapai 72,9 persen dan 60,9 persen.
Bahkan, rasio utang Jepang merupakan yang tertinggi mencapai 225 persen terhadap PDB negaranya. Sementara rasio utang AS yang saat ini menghadapi ancaman gagal bayar mencapai 123 persen.
Demikian halnya jika dilihat dari rasio utang jangka pendek terhadap PDB. Menurut Andry, Indonesia masih sangat resilien karena rasionya saat ini berada di level 16,8 persen, jauh lebih rendah dari rasio utang jangka pendek negara-negara lainnya.
"Yang lebih tinggi dari Indonesia rasio utang jangka pendeknya sudah di atas 30 persen," terang Andry.
Secara keseluruhan, lanjut Andry, perekonomian Indonesia saat ini cukup sehat ditopang current account deficit yang belum lebar serta kebutuhan akan valuta asing yang relatif prudent dan manageble. Neraca perdagangan juga masih surplus meskipun harga komoditas sudah melandai.
Perekonomian Indonesia tercatat tumbuh sebesar 5,03 persen yoy, sedikit lebih tinggi jika dibandingkan dengan pertumbuhan pada kuartal IV 2022 yang sebesar 5,01 persen yoy. Jika dibandingkan dengan negara-negara emerging market besar lainnya, capaian ekonomi Indonesia terbilang cukup memuaskan.