Rabu 10 May 2023 10:29 WIB

Pakar: Teddy Minahasa Semestinya Divonis Mati

Azmi menilai fakta persidangan menunjukkan bahwa kejahatan Teddy sistematis.

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Teguh Firmansyah
Terdakwa mantan Kapolda Sumatera Barat, Irjen Pol Teddy Minahasa saat menjalani sidang pembacaan vonis di Pengadilan Negeri Jakarta Barat, Selasa (9/5/2023). Majelis Hakim menjatuhkan vonis kepada Teddy Minahasa dengan pidana penjara seumur hidup karena dinilai telah terbukti melakukan tindak pidana menawarkan untuk dijual, menjual menjadi perantara dalam jual beli, menukar dan menyerahkan Narkotika Golongan I bukan tanaman yang beratnya lebih dari 5 gram.
Foto: Republika/Thoudy Badai
Terdakwa mantan Kapolda Sumatera Barat, Irjen Pol Teddy Minahasa saat menjalani sidang pembacaan vonis di Pengadilan Negeri Jakarta Barat, Selasa (9/5/2023). Majelis Hakim menjatuhkan vonis kepada Teddy Minahasa dengan pidana penjara seumur hidup karena dinilai telah terbukti melakukan tindak pidana menawarkan untuk dijual, menjual menjadi perantara dalam jual beli, menukar dan menyerahkan Narkotika Golongan I bukan tanaman yang beratnya lebih dari 5 gram.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar hukum pidana dari Universitas Trisakti, Azmi Syahputra menilai  vonis seumur hidup yang diputuskan terhadap Irjen Pol Teddy Minahasa tak tepat. Azmi menyebut Teddy Minahasa sebenarnya pantas dihukum mati. 

Majelis hakim memvonis seumur hidup Irjen Teddy Minahasa karena terbukti turut serta mengedarkan,menawarkan dan menjual narkoba seberat 1 kilogram. Aksi itu melanggar pasal 114 ayat 2 UU nomor 35 tahun 2009 tentang Narkoba. 

Baca Juga

Azmi mengamati sepanjang persidangan ditemukan fakta perbuatan Teddy Minahasa dikategorikan sebagai kejahatan sistematis dan banyak perbuatan sebagai faktor pemberat. 

"Semestinya jika hakim melihat fakta- fakta secara cermat dan lebih hati-hati dalam perkara Teddy Minahasa sepanjang persidangan, lebih tepat dijatuhkan hukuman mati," kata Azmi kepada Republika, Rabu (10/5/2023). 

Azmi memaparkan faktor yang menyebabkan hukuman mati lebih pantas diterima oleh Teddy Minahasa. Di antaranya kewenangannya dijadikan modus untuk bertransaksi narkoba, pelaku memperoleh keuntungan, tidak mengakui perbuatannya dan berbelit-belit serta menyangkal saat memberikan keterangan di persidangan. 

"Dengan melihat segala aspek tersebut bahwa perbuatan pelaku adalah bentuk nyata kejahatan yang sistemik, maka dalam hukum pidana penanggulangan kejahatan yang bersifat sistematik harus dikenakan hukuman mati," ujar Azmi. 

Azmi juga menyayangkan Majelis Hakim yang dianggap tak cermat dalam memperhatikan aspek-aspek karakteristik dan kasuistik atas perkara ini. Padahal perkara ini harus menjadi pemicu bagi hakim memberi hukuman terberat mengingat Teddy Minahasa merupakan polisi berpangkat jenderal bintang dua.  "Perbuatan terdakwa nyata mencoreng nama baik institusi kepolisian," ujar Azmi. 

Atas dasar itu, Azmi menilai putusan ini jadi preseden yang kurang baik dan kurang adil. Sebab putusan ini tidak dapat dijadikan barometer di kemudian hari jika seorang pimpinan pejabat tinggi hukum terlibat transaksi narkoba yang sistematis karena hukumannya masih tidak maksimal oleh hakim.

"Jadi dapat dikatakan putusan ini kurang dapat mencegah bagi pejabat petinggi hukum agar tidak melakukan perbuatan transaksi narkoba tersebut kembali di masa akan datang," ujar Azmi. 

Diketahui, Kuasa hukum Irjen Teddy Minahasa, Hotman Paris Hutapea bakal mengajukan banding atas vonis majelis hakim. Menurut dia, banyak pertimbangan hukum yang tidak dimasukkan oleh majelis hakim dalam vonis untuk Teddy Minahasa.

"Kita akan banding, masih ada kasasi dan PK," kata Hotman Paris Hutapea kepada wartawan, Selasa (9/5/2023).

Dalam pandangan Majelis Hakim, ada tujuh hal yang memberatkan Teddy Minahasa sebagai terdakwa. Pertama, terdakwa tidak mengakui kesalahannya, kedua menyangkal dan berbelit-belit dalam memberikan keterangan. Pertimbangan ketiga menikmati keuntungan dan keempat Teddy sebagai anggota kepolisian dengan jabatan kapolda Sumbar tidak terlibat aktif dalam pemberantasan narkoba.

"Terdakwa malah melibatkan diri dan tidak mencerminkan anggota polisi yang baik," katanya.

Kelima merusak nama baik institusi polri dan keenam mengkhianati perintah presiden dalam pemberantasan narkotika dan ketujuh Teddy tidak mendukung program pemerintah pemberantasan narkotika. Sementara hal yang meringankan Teddy tidak pernah dihukum, telah mengabdi 30 tahun, dan dapat penghargaan.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement