REPUBLIKA.CO.ID, DALLAS -- Penegak hukum Negara Bagian Texas, Amerika Serikat (AS) mengatakan pelaku pembunuhan delapan orang di mal di Dallas akhir pekan lalu merupakan simpatisan neo-Nazi. Tapi tampaknya targetnya acak, tanpa memandang ras, usia atau jenis kelamin.
Pihak berwenang tidak mengungkapkan detail baru mengenai latar belakang pelaku. Mereka mengatakan pelaku keluar dari pelatihan dasar Angkatan Darat 15 tahun yang lalu. Kemudian bekerja sebagai petugas keamanan swasta dan menderita penyakit mental.
Pelaku yang sebelumnya diidentifikasi sebagai Mauricio Garcia, 33 tahun, menembakan senapan laras panjang gaya AR-15 di mal Allen Premium Outlest yang padat dengan pengunjung. Pembantaian yang berlangsung empat menit itu terhenti ketika seorang polisi menembak Garcia.
"Tidak diragukan lagi (polisi itu) menyelamatkan banyak nyawa," kata direktur regional Departemen Keamanan Masyarakat Texas Hank Sibley, Rabu (10/5/2023).
Polisi tidak mengungkapkan identitas petugas tersebut. Tiga dari delapan korban penembakan ini adalah anak-anak.
Dua anak perempuan kakak-beradik dan satu anak laki-laki berusia 3 tahun dari keluarga lain yang orangtuanya juga tewas dalam insiden ini. Sepuluh orang terluka dengan rentang usia dari 5 sampai 61 tahun.
Sibley mengatakan penyidik menemukan tiga senjata api, termasuk senjata yang digunakan dalam pembantaian ini dari pelaku. Lima senjata di kendaraannya dan delapan senjata itu Garcia miliki secara legal.
"Pertanyaan besar yang kini hadapi adalah: apa motifnya? Mengapa ia melakukannya? Kami tidak tahu," kata Sibley dalam konferensi pers.
Ia menambahkan investigator yakin Garcia bertindak sendiri. Sibley mengatakan dari bukti-bukti yang sudah ditinjau saat ini termasuk pakaian dan tatonya, "kami tahu ia memiliki ideologi neo-Nazi."
Sibley mengatakan tapi saat ini penyelidikan masih di tahap awal untuk menetapkan penembakan sebagai terorisme domestik.
"Bagi saya, tampaknya ia lebih mengincar lokasi dibandingkan kelompok orang tertentu, ia sangat acak dalam memilih orang yang ia bunuh, tidak peduli usia, ras atau jenis kelaminnya, ia hanya menembak orang, yang mana sangat mengerikan," katanya.
Sebelum penembakan Sabtu (6/5/2023) lalu Garcia tidak memiliki jejak kejahatan. Ia juga pernah memiliki lisensi petugas keamanan negara bagian sebelum masa berlakunya habis. Sibley mengatakan Garcia juga pernah bekerja sebagai satpam di beberapa perusahaan.
Pihak berwenang hanya memberi sedikit detail mengenai sifat dan seberapa dalam ideologi neo-Nazi Garcia. Beberapa hari terakhir sejumlah media melaporkan media sosial pelaku penuh dengan ideologi supremasi kulit putih, memuji Hitler dan mencela perempuan dan kelompok minoritas.
Saat penembakan Garcia juga mengenakan lambang RWDS yang diasosiasikan dengan ekstrimis sayap kanan termasuk Proud Boys. RWSD singkatan dari "Right Wing Death Squad."