REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bank Dunia mengusulkan kepada pemerintah Indonesia untuk mengubah batas garis kemiskinan. Bank Dunia merekomendasikan mengukur batas garis kemiskinan melalui paritas daya beli.
Berdasarkan laporan Bank Dunia, Indonesia berhasil menurunkan angka kemiskinan ekstrem dari 19 persen pada 2002 menjadi 1,5 persen pada 2022 dengan garis kemiskinan 1,90 dolar AS per hari.
“Saat ini adalah waktu yang tepat untuk mempertimbangkan perluasan definisi kemiskinan. Hal ini dapat dilakukan misalnya menggunakan garis kemiskinan internasional sebesar 3,20 juta dolar AS alih-alih garis 1,90 dolar AS yang saat ini digunakan,” ujarnya saat konferensi pers, Selasa (9/5/2023).
Menurutnya hal ini perlu dilakukan karena negara berpenghasilan menengah ke bawah telah menggunakan garis kemiskinan yang lebih tinggi yang ditetapkan sebesar 3,20 dolar AS per hari. Sementara Indonesia, saat ini berada dalam kategori negara berpenghasilan menengah ke atas dengan produk domestik bruto per kapita Indonesia 2022 sebesar Rp 71 juta atau 4.783 dolar AS.
Pada kesempatan sama, Menteri Keuangan Sri Mulyani menyambut baik berbagai usulan dari Bank Dunia dalam upaya mengentaskan kemiskinan. Hanya saja, Sri Mulyani menjelaskan jika mengubah batas garis kemiskinan 3,2 dolar AS per hari maka menyebabkan 40 persen masyarakat Indonesia tergolong miskin.
“Ibu Satu Kahkonen katakan dalam speechnya ketika anda dapat menurunkan kemiskinan ekstrem menjadi nol tapi garis kemiskinan anda adalah 1,9 juta dolar AS, anda gunakan tiga juga dolar AS. Seketika 40 persen kita semua mendadak miskin,” jelasnya.
Menurutnya saat ini pemerintah Indonesia berupaya memperbaiki pengambilan data kemiskinan ekstrem. Sri Mulyani juga menjelaskan masing-masing wilayah di Indonesia memiliki struktur harga yang berbeda, sehingga pengeluaran masyarakat dapat hidup berbeda satu dengan yang lain.
Atas dasar itu, ukuran batas garis kemiskinan tidak bisa seketika digunakan di Indonesia. “Karena bahkan saat anda bepergian saat Ramadan, mudik lebaran, seperti saya ke Semarang dan berkeliling menikmati restoran lokal, harganya sangat murah. Ini di Semarang salah satu kota besar. Jika ke tempat yang lebih rendah akan lebih murah,” jelasnya.
Sri Mulyani pun menganggap ukuran batas garis kemiskinan yang dijadikan acuan Bank Dunia harus ditelaah lebih lanjut. Hal ini untuk menyesuaikan kondisi perekonomian domestik.
Menurut Sri Mulyani, ukuran batas garis kemiskinan yang ditetapkan Bank Dunia diberlakukan secara global. “Anda menggunakan tiga dolar AS secara global. Tapi ya, saya akan minta Pak Elan untuk menjawab pertanyaan itu,” ucapnya.
Chief Policy Working Group Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan Elan Satriawan mengatakan tidak mempermasalahkan indikator garis kemiskinan yang digunakan Bank Dunia, apalagi juga sudah digunakan negara-negara berpendapatan menengah. Hanya saja, dia mengingatkan Indonesia juga memerlukan garis kemiskinan sendiri yang bisa mengidentifikasi profil masyarakatnya.
"Indonesia perlu punya national poverty line yang bisa diidentifikasi, mengukur kemiskinan yang lebih baik, konsisten, across region, provinsi maupun kabupaten kota," ucapnya.
Elan juga memastikan saat ini pemerintah Indonesia berupaya memperbaiki angka garis kemiskinan yang sudah lama digunakan pemerintah, diantaranya melalui pendataan Registrasi Sosial Ekonomi (Regsosek) oleh Badan Pusat Statistik. Hal ini agar angka garis kemiskinan baru nantinya mencerminkan kondisi sebenarnya bagi masyarakat.