REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Firlie Ganinduto Wakil Sekretaris Jenderal II Asosiasi Fintech Indonesia (Aftech) menilai, angka literasi keuangan digital masyarakat Indonesia saat ini masih menyentuh angka 25 persen. Hal tersebut berbanding jauh jika dikomparasikan dengan angka inklusivitas keuangan masyarakat Indonesia yang mencapai 85 persen.
"Literasi itu lebih kecil daripada yang inklusi, itu kalau kita bicara masyarakat itu memiliki akses pada produk keuangan, Nah itu angkanya 85 persen untuk inklusi keuangan, namun literasi itu angkanya 46 persen, itu jadi suatu gap yang cukup besar. Sedangkan literasi keuangan digital sendiri itu di angka 25 persen," kata Firlie, di Jakarta, Rabu (10/5/2023).
Celah tersebut menjadi salah satu penyebab terjadinya fenomena masyarakat yang terjerat jasa pinjaman online (pinjol) tanpa mengetahui konsekuensinya lebih dulu. Adapun untuk membantu pemerintah dalam membangun ekonomi digital, Firlie menjelsakan bahwa Aftech menjalankan beberapa program.
Pertama, Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN). Program tersebut menggunakan platform fintech untuk penyaluran bantuan sosial. Firlie memberi contoh penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) yang penyalurannya menggunakan e-wallet dari fintech terkait.
Kedua, Aftech memberikan dukungan terhadap Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) untuk menciptakan talenta digital Indonesia. Ketiga, Aftech memberikan dukungan program transformasi kepada Bank Pembangunan Daerah (BPD) untuk pengaplikasian 20 jenis model bisnis BPD. Program-program tersebut diinisiasi Aftech dengan menekankan pada aspek teknologi.
"Contohnya seperti mereka meningkatkan efisiensi proses bisnis perbankan maupun dukungan infrastruktur teknis lainnya, lalu meningkatkan pelayanan pada nasabah bank sekaligus meningkatkan jangkauan nasabah bank," ucapnya.