REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dinas Kependudukan, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DKP3A) Provinsi Kalimantan Timur mencatat telah terjadi penurunan angka perkawinan usia anak di wilayah Kaltim dalam kurun dua tahun terakhir.
Kepala DKP3A Provinsi Kalimantan Timur, Noryani Sorayalita mengungkapkan berdasarkan data tahun 2021, angka perkawinan usia anak mengalami penurunan 70 anak.
"Data perkawinan anak di Kaltim tahun 2020 sebanyak 1.159 anak dan kemudian di tahun 2021 menjadi 1.089 anak," kata Soraya sapaan akrabnya di Samarinda, Rabu.
Sedangkan di tahun 2022, lanjut Soraya jumlah usia anak yang menjalani pernikahan turun sebanyak 309 anak, sehingga jumlah keseluruhan perkawinan anak di tahun itu sebanyak 789 anak.
"Adanya penurunan angka perkawinan usia anak yang terus diupayakan, diharapkan bisa sejalan dengan mandat yang diamanahkan Presiden dalam RPJMN 2020-2024 dan Strategi Nasional Pencegahan Perkawinan Anak (Stranas PPA)," ujar Soraya.
Soraya menjelaskan dalam Stranas PPA, pemerintah secara spesifik menargetkan penurunan angka perkawinan usia anak dari 11,21 persen (2018) menjadi 8,74 persen pada akhir tahun 2024 dan 6,9 persen tahun 2030.
Selain itu, pemerintah juga telah merubah batas usia minimal untuk perkawinan dari 16 tahun menjadi 19 tahun melalui Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.
"Kemudian melalui Instruksi Gubernur Nomor: 463/5665/III/DKP3A Tahun 2019 Tentang Pencegahan dan Penanganan Perkawinan Usia Anak," ungkap Soraya
Perkawinan anak di Indonesia tidak terlepas dari adanya nilai-nilai yang tertanam di masyarakat Indonesia sejak lama yang mendukung atau menormalisasi perkawinan anak.
Tingginya angka perkawinan anak adalah salah satu ancaman bagi terpenuhinya hak-hak dasar anak, dan berdampak secara fisik serta psikis bagi anak-anak, Bahkan dapat memperparah tingginya angka kemiskinan, stunting, putus sekolah dan penyakit berbahaya.
"Salah satu kunci penting dengan pengasuhan yang positif bagi anak oleh orang tua dan lingkungan masyarakat, sehingga dapat menentukan baik buruknya karakter seorang anak kelak," tegas Soraya.