REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ekonom dari Center of Reform on Economics (Core) menilai pemerintah tidak bisa serta merta mengadopsi usulan Bank Dunia untuk mengubah batas garis kemiskinan di Indonesia. Sebab Indonesia perlu secara bertahap menyelesaikan permasalahan kemiskinan terutama kemiskinan ekstrem.
Ekonom Core Indonesia Yusuf Rendy mengatakan perlu adanya pendekatan yang dilakukan pemerintah dalam mengantisipasi perubahan batas garis kemiskinan. "Indonesia perlu secara bertahap terutama dalam konteks pandemi menyelesaikan dulu permasalahan kemiskinan terutama kemiskinan ekstrem. Berikutnya menyelesaikan masalah kemiskinan struktural sebelum mengadopsi indikator kemiskinan yang ditawarkan oleh Bank Dunia," ujar Yusuf ketika dihubungi Republika, Kamis (11/5/2023).
Menurutnya jika pemerintah ingin mengubah batas garis kemiskinan maka diperlukan tambahan usaha. Hal ini dikarenakan akan terjadi potensi peningkatan jumlah penduduk miskin, bahkan lebih besar dari ukuran yang disampaikan Bank Dunia.
Dari sisi lain, Rendy menyebut adanya usulan perubahan indikator garis kemiskinan yang diajukan merupakan salah satu agenda Bank Dunia yang ingin menyelaraskan data kemiskinan internasional. Hal ini bertujuan agar bisa dikomparasikan antar satu negara dengan negara yang lain.
"Harapannya dengan perbandingan dan komparasi ini solusi yang kemudian bisa muncul terhadap beragam permasalahan kemiskinan di dunia bisa diikuti dengan cara melihat bagaimana perkembangan negara tertentu dalam menanggulangi kemiskinan," ucap Yusuf.
Misalnya ada negara yang punya struktur demografi yang serupa maka seharusnya terjadi pembelajaran antar negara tersebut terkait cara menurunkan kemiskinan. Dengan catatan, salah satu diantara kedua negara tersebut punya pengalaman dalam menurunkan tingkat kemiskinan.