Komisi XI DPR Tegaskan, BEI tak Bisa Dijadikan Penyelenggara Bursa Karbon

Implementasi bursa karbon ditargetkan berjalan pada September 2023.

Kamis , 11 May 2023, 15:58 WIB
Center of Economic and Law Studies (Celios) menggelar Diskusi Publik bertema Menyambut Bursa Karbon, yang menghadirkan Anggota Komisi XI DPR, di Hotel Ashley, Jakarta, Kamis (11/5/2023).
Foto: Republika/Iit Septyaningsih
Center of Economic and Law Studies (Celios) menggelar Diskusi Publik bertema Menyambut Bursa Karbon, yang menghadirkan Anggota Komisi XI DPR, di Hotel Ashley, Jakarta, Kamis (11/5/2023).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah mengumumkan akan mempersiapkan aturan teknis bursa karbon pada Juni 2023. Selanjutnya, implementasi bursa karbon ditargetkan berjalan pada September 2023. 

Kehadiran bursa karbon telah ditunggu. Itu karena memiliki potensi perdagangan karbon global yang saat ini menembus Rp 11.400 triliun, di Indonesia sendiri potensinya diramal mencapai Rp 8.000 triliun dalam jangka panjang karena memasukkan potensi hutan dan mangrove. 

Baca Juga

Dijelaskan, sebagai langkah mendukung tata kelola dan ekosistem pengembangan bursa karbon di Tanah Air, diperlukan berbagai muatan materi peraturan teknis OJK yang sejalan dengan payung hukum yang ada. Baik Permen LHK Nomor 21 Tahun 2022 maupun Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU PPSK).

Anggota DPR Komisi XI Misbakhun mengatakan, dalam Pasal 24 UU PPSK disebutkan, bursa karbon hanya dapat diselenggarakan oleh penyelenggara pasar yang mendapat izin usaha dari OJK. Hal ini, kata dia, menunjukkan penyelenggara bursa karbon idealnya bersifat terbuka asalkan mendapatkan izin dari OJK, tidak ekslusif hanya bagi penyelenggara bursa efek.

“Kehadiran bursa karbon tidak bisa diserahkan ke bursa efek (Bursa Efek Indonesia/BEI). Kegiatan penyelenggaraan bursa efek sangat berbeda dengan bursa karbon," ujarnya dalam diskusi publik di Jakarta, Kamis (11/5/2023).

Ia menegaskan, di seluruh dunia mana pun tidak ada entitas penyelenggara bursa efek yang menjadi bursa karbon. Itu karena, manajemen risiko dan penilaiannya berbeda.

Misbakhun menyatakan, jika dalam Peraturan OJK (POJK) BEI tetap ditunjuk sebagai penyelenggara bursa karbon, maka Komisi XI DPR tidak akan menyetujuinya. "Tidak bisa, karena POJK-nya kan harus dikonsultasikan sama kita. Kalau dikonsultasikan sama DPR Komisi XI-nya sendiri masih belum tuntas kemudian mereka (OJK) minta itu, saya akan terbuka katakan, tidak dalam koridor pembentukan POJK yang benar," jelas dia.

Sebelumnya, kata Misbakhun, OJK sempat mengajak DPR Komisi XI berdiskusi soal POJK bursa karbon, namun ditolak. Alasannya karena regulator tersebut masih berpikir bursa saham dan bursa karbon bisa digabung dan ingin menunjuk BEI sebagai penyelenggara bursa karbon.