Kamis 11 May 2023 17:52 WIB

15 Serikat Buruh Kembali Ajukan Uji Formil UU Ciptaker

Buruh akan terus menolak UU Ciptaker

Sejumlah buruh saat melakukan aksi di kawasan Patung Kuda, Jakarta, Senin (1/5/2023). Aksi yang dilakukan dalam rangka peringatan Hari Buruh memberikan sejumlah tuntutan diantaranya meminta pemerintah untuk mencabut Omnibus Law UU No 6 Tahun 2023 tentang Ciptaker, cabut parliamentary threshold 4 persen dan Presidential threshold 20 persen, sahkan RUU DPR dan perlindungan pekerja rumah tangga, tolak RUU Kesehatan, Reforma Agraria dan kedaulatan pangan serta hapus outsourcing tolak upah murah.
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Sejumlah buruh saat melakukan aksi di kawasan Patung Kuda, Jakarta, Senin (1/5/2023). Aksi yang dilakukan dalam rangka peringatan Hari Buruh memberikan sejumlah tuntutan diantaranya meminta pemerintah untuk mencabut Omnibus Law UU No 6 Tahun 2023 tentang Ciptaker, cabut parliamentary threshold 4 persen dan Presidential threshold 20 persen, sahkan RUU DPR dan perlindungan pekerja rumah tangga, tolak RUU Kesehatan, Reforma Agraria dan kedaulatan pangan serta hapus outsourcing tolak upah murah.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kantor Pengacara yang dipimpin Prof. Denny Indrayana Integrity Law Firm mendaftarkan Uji Formil UU No. 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja ke MK atas kuasa dari 15 Serikat Pekerja/Serikat Buruh pada hari Selasa (9/5/23).

"Pada intinya mereka akan mengujikan bahwa proses pengesahan dari PERPPU Cipta Kerja ke UU ini telah melanggar Konstitusi UUD 1945 karena pengesahaannya dilakukan bukan pada masa sidang pertama setelah lahirnya PERPPU tersebut. Oleh sebab itu parta pimpinan Serikat Buruh sangat yakin MK akan memenangkan buruh,'' kata Ketua Umum DPP Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI), Jumhur Hidayat, dalam rilisnya Kamis sore (11/5/2023).

Menurut Jumhur, logika pengajuan uji formal UU Citpater itu mengacu pada logikanya seperti ini bahwa 2 ditambah 2 sama dengan 4. Sementara itu Pemerintah dan DPR menyebut 2 ditambah 2 itu sama dengan 5. "Kalau sampai MK membenarkan bahwa 2 ditambah 2 sama dengan 5 maka MK juga sama tidak waras”, ungkap Jumhur membuat analogi.

Pernyataan Jumhur itu mengacu pada UUD 1945 Pasal 22 yang manyatakan bahwa Perppu itu harus ditolak atau disetujui pada masa sidang berikutnya yang terdekat dengan lahirnya Perppu. Artinya pada sidang itulah harus diputuskan. "Sementara diketahui bahwa PERPPU Cipta Kerja itu disahkan menjadi UU bukan pada masa sidang pertama yang berakhir pada 16 Februari 2023. Melainkan, pada masa sidang kedua pada 21 Maret 2023. Dengan begitu maka lahirnya UU Cipta Kerja itu secara formil tidak sah,'' tegasnya.

Sementara itu Rudi HB Daman dari Gabungan Serikat Buruh Indonesia (GSBI) menyatakan bahwa perjuangan kaum buruh tetap konsisten dan dilakukan dengan berbagai cara untuk membatalkan UU Cipta Kerja ini. Selain melalui jalur hukum, katanya juga dengan melakukan aksi-aksi di jalan. Sementara itu Sidarta dari FSP LEM SPSI mengatakan bila UU ini tidak dilawan dan dibatalkan maka tujuh turunan rakyat kita bakal celaka.

Sementara itu mengakhiri pernyataan bersama, Daeng Wahidin dari PPMI menyebutkan bahwa putusan MK yang menyatakan UU Cipta Kerja lalu sebagai inkonstitusional maka pada uji formil saat ini pun harus dinyatakan inkonstitusinal . Mengapa? Ini karena isi dan proses pembentukan UU yang sekarang ini adalah sama dengan yang terdahulu."

Seperti diketahui, 15 serikat pekerja yang menguji formil ke MK hari ini adalah GSBI, SBSI 92, PPMI, KBMI, KSPSI, FSP Parekraf KSPSI, FSP LEM SPSI, ASPEK Indonesia, FSP RTMM SPSI, FSP FARKES SPSI, KSPN, FSP Pelita Mandiri, FSP PP SPSI, FSPRI dan FSP KEP KSPSI.

sumber : rilis KSPSI
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement