REPUBLIKA.CO.ID, RIYADH -- Arab Saudi memutuskan memperpanjang masa tinggal jamaah umroh Sudan dan meluncurkan layanan untuk menampung jamaah oleh warga negara Saudi dan ekspatriat.
Hal tersebut sejalan dengan arahan Penjaga Dua Masjid Suci Raja Salman dan Putra Mahkota dan Perdana Menteri Mohammed bin Salman dalam kerangka inisiatif kemanusiaan Kerajaan untuk mendukung rakyat Sudan, sebagaimana dilansir Saudi Gazette, Kamis (11/5/2023).
Direktorat Jenderal Paspor (Jawazat) telah memulai prosedur perpanjangan masa berlaku visa bagi jamaah umrah Sudan yang kesulitan kembali ke negaranya akibat krisis saat ini.
Jawazat juga meluncurkan layanan berupa "Menampung jamaah haji Sudan" melalui platform elektronik Kementerian Dalam Negeri Absher Individuals (Absher Afrad) untuk warga negara Saudi dan ekspatriat yang ingin menampung jamaah haji.
Layanan baru ini memungkinkan menjamu jamaah oleh kerabat atau kenalan mereka yang tinggal di Kerajaan atau oleh warga negara. Ini melalui konversi visa umrah menjadi visa kunjungan (keluarga atau pribadi) sesuai dengan syarat dan ketentuan yang diumumkan di platform Absher.
Dimungkinkan untuk mengubah nama tuan rumah dalam catatan peziarah, dan membebaskan mereka dari biaya keuangan untuk pertama kalinya. Konsesi ini akan tersedia bagi para peziarah yang tidak dalam posisi untuk berangkat ke Sudan mengingat krisis saat ini di negara tersebut.
Jawazat menjelaskan, mereka yang ingin memanfaatkan layanan ini harus memiliki akses ke situs web platform Absher Individuals (https://www.absher.sa), dan kemudian memilih opsi berikut: Layanan Saya - Paspor - Komunikasi - dan lalu pilih bagian (visa kunjungan).
Mereka kemudian harus memilih layanan (Permintaan untuk menampung jamaah haji Sudan) dan melampirkan salinan paspor ekspatriat dan salinan visa masuk. Permintaan harus diajukan dari akun tuan rumah dan penjelasan singkat tentang permintaan tersebut harus ditulis di kolom "Deskripsi permintaan".
Sudan tengah bergejolak akibat pertempuran antara pasukan junta militer. Pemimpin angkatan bersenjata, Jenderal Abdel Fattah Burhan, dan pemimpin kelompok paramiliter yang dikenal sebagai Pasukan Dukungan Cepat (RSF) yang tumbuh dari milisi Janjaweed yang terkenal kejam di Darfur, Jenderal Mohammed Hamdan Dagalo, sama-sama berusaha merebut kendali Sudan. Kedua pihak memiliki puluhan ribu pejuang, pendukung asing, kekayaan mineral, dan sumber daya lain yang dapat melindungi mereka dari sanksi.