REPUBLIKA.CO.ID, LABUAN BAJO – ASEAN menegaskan perlunya menyelesaikan persengketaan klaim di Laut Cina Selatan secara damai. ASEAN menyambut kemajuan substantif dalam negosiasi kode etik atau code of conduct (CoC) di wilayah perairan tersebut.
ASEAN mengungkapkan, dalam KTT ke-42 yang digelar di Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur (NTT), beberapa negara anggota menyampaikan kekhawatiran tentang insiden serius dan proyek reklamasi yang dilakukan China di Laut China Selatan. Mereka menilai, selain meningkatkan ketegangan, hal tersebut mengikis kepercayaan dan dapat merusak perdamaian serta stabilitas di kawasan.
“Kami selanjutnya menegaskan kembali perlunya mengupayakan penyelesaian sengketa secara damai sesuai dengan prinsip-prinsip hukum internasional yang diakui secara universal, termasuk UNCLOS (United Nations Convention on the Law of the Sea) 1982,” demikian bunyi Chairman Statement of 42nd ASEAN Summit yang dirilis Kamis (11/5/2023).
ASEAN pun menegaskan kembali pentingnya menjaga dan mempromosikan stabilitas serta kebebasan navigasi di Laut China Selatan. “Kami menyambut baik upaya berkelanjutan memperkuat kerja sama antara ASEAN dan China serta didorong oleh kemajuan negosiasi substantif menuju kesimpulan awal CoC yang efektif dan substantif di Laut China Selatan yang konsisten dengan hukum internasional, termasuk UNCLOS 1982,” kata ASEAN.
ASEAN menyambut kemajuan negosiasi terkait draf tunggal CoC lewat penyelenggaraan ASEAN-China Joint Working Group on the Implementation of the Declaration of Conduct (JWG-DOC) di Jakarta pada 8-10 Maret. “Kami menyambut inisiatif untuk mempercepat negosiasi CoC, termasuk proposal untuk mengembangkan pedoman untuk mempercepat penyelesaian awal CoC yang efektif dan substantif,” katanya.
Selain itu, ASEAN menekankan perlunya menjaga dan mempromosikan lingkungan yang kondusif bagi negosiasi CoC. “Kami menekankan pentingnya melakukan langkah-langkah membangun kepercayaan dan pencegahan untuk meningkatkan, antara lain, kepercayaan dan keyakinan di antara para pihak, dan kami menegaskan kembali pentingnya penegakan hukum internasional, termasuk UNCLOS 1982,” kata ASEAN.
Untuk menangani perselisihan klaim di Laut China Selatan, ASEAN dan China menandatangani DoC di Kamboja pada November 2002. Deklarasi itu memuat komitmen China dan negara-negara ASEAN untuk mematuhi prinsip-prinsip hukum internasional, menyelesaikan sengketa secara damai, dan menahan diri dari tindakan yang dapat meningkatkan eskalasi.
Kemudian pada 2011 China dan ASEAN kembali berhasil menyepakati Guideline for the Implementation of the DoC. Kesepakatan tersebut menandai dimulainya pembahasan awal mengenai pembentukan CoC di Laut Cina Selatan. Fungsinya adalah menghadirkan seperangkat mekanisme atau peraturan tata perilaku untuk negara-negara yang berkepentingan di Laut Cina Selatan. Dengan demikian, potensi pecahnya konflik akibat tumpang-tindih klaim dapat diredam.
China diketahui mengeklaim sebagian besar Laut China Selatan sebagai teritorialnya. Klaim itu ditentang sejumlah negara ASEAN yang wilayahnya turut mencakup perairan tersebut, seperti Filipina, Vietnam, Brunei Darussalam, Singapura, dan Malaysia. Wilayah Laut Natuna Utara Indonesia juga bersinggungan langsung dengan klaim Cina di Laut Cina Selatan.