REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Israel menjalankan kebijakan penjajahan terhadap Palestina, demikian ungkap reporter khusus PBB untuk hak asasi manusia di wilayah Palestina yang diduduki Israel, kepada The Guardian.
Francesca Albanese, seorang pengacara dan akademisi hak asasi manusia asal Italia, telah menjadi target kampanye kelompok-kelompok pro-Israel untuk mendiskreditkan dirinya berdasarkan tuduhan bias dan antisemitisme. Para menteri Israel juga telah menyerukan agar Albanese mengundurkan diri.
Albanese menggambarkan kritik tersebut sebagai intimidasi, tidak lebih, tidak kurang, dan menambahkan bahwa hal itu sama saja atau seperti 'anjing menggonggong di pesawat terbang.'
"Bagi saya, apartheid adalah sebuah gejala dan konsekuensi dari ambisi teritorial yang dimiliki Israel atas tanah yang tersisa dari Palestina yang terkepung," kata Albanese kepada The Guardian.
"Israel adalah kekuatan kolonial yang mempertahankan pendudukan untuk mendapatkan sebanyak mungkin tanah untuk orang-orang Yahudi. Dan inilah yang menyebabkan banyaknya pelanggaran hukum internasional," tambahnya.
Membahas klaim bahwa dia telah menyamakan Nakba dengan Holocaust, Albanese mengatakan, sebagaimana Holocaust telah menjadi momen yang menentukan dalam kehidupan kolektif orang-orang Yahudi, begitu pula Nakba, bagi orang-orang Palestina.
"Jadi saya tidak mengatakan bahwa keduanya sama, karena memang tidak sama. Mengapa kita membandingkan dua tragedi itu?"
PBB memperingati Nakba untuk pertama kalinya dalam sejarahnya pada hari Senin lalu. Albanese telah menyerahkan laporan pertamanya tentang penentuan nasib sendiri Palestina kepada Majelis Umum PBB.
Laporan ini akan diikuti dengan laporan tentang penangkapan sistemik Israel terhadap warga Palestina, yang menurutnya merupakan perampasan kebebasan.
"Jika negara-negara benar-benar berkomitmen pada solusi dua negara, seperti yang tampaknya dilakukan Inggris, secara retoris dalam pandangan saya, seperti semua negara Barat lainnya, mereka harus memastikan bahwa perilaku Israel selaras dengan kemungkinan adanya negara Palestina, yang berarti kedaulatan dari segi politik, ekonomi, dan budaya. Hak untuk menentukan nasib sendiri harus menjadi titik awal," kata Albanese.
"Negara-negara anggota harus berhenti mengomentari pelanggaran di sana-sini, atau eskalasi kekerasan, karena kekerasan di wilayah Palestina yang diduduki merupakan siklus, bukan sesuatu yang secara tidak sengaja meledak. Hanya ada satu cara untuk memperbaikinya, dan itu adalah memastikan bahwa Israel mematuhi hukum internasional," katanya menegaskan.
Albanese mengatakan bahwa Inggris gagal menegakkan hukum internasional sehubungan dengan tindakan Israel saat ini. Dan ia menambahkan, tanggung jawab Inggris lebih tinggi mengingat warisan sejarah Inggris di wilayah tersebut.
"Inggris tampaknya tidak aktif dalam agenda ini, seperti kepatuhan terhadap hukum internasional. Sudah saatnya ada perubahan paradigma terhadap masalah Palestina," ujarnya.