Ahad 14 May 2023 13:25 WIB

Mengenal Tiga Partai Besar Saling Berebut Suara Warga Thailand

Pemungutan suara diharapkan memberikan mandat yang kuat untuk perubahan di Thailand

Rep: Dwina Agustin/ Red: Esthi Maharani
 Petugas pemilu Thailand tengah bersiap-siap jelang pemungutan suara.
Foto: abc.net.au
Petugas pemilu Thailand tengah bersiap-siap jelang pemungutan suara.

REPUBLIKA.CO.ID, BANGKOK -- Warga Thailand menuju ke tempat pemungutan suara untuk memberikan dukungan terhadap calon pemimpin selanjutnya pada Ahad (14/5/2023). Pemilihan tersebut adalah yang pertama sejak pemberontakan yang dipimpin kaum muda pada 2020 yang mendesak pembatasan kekuasaan Raja Maha Vajiralongkorn.

Pemungutan suara itu diharapkan memberikan mandat yang kuat untuk perubahan. Survei opini publik secara konsisten memprediksi mayoritas suara akan diperoleh oposisi utama Partai Pheu Thai dan Move Forward Party (MFP) yang dipimpin kaum muda.

Tapi ketakutan tetap ada bahwa koalisi militer-royalis mungkin berusaha untuk mempertahankan kekuasaan. Dalam 20 tahun terakhir, militer telah melancarkan dua kudeta sementara pengadilan mencopot tiga perdana menteri dan membubarkan beberapa partai oposisi.

"Orang-orang khawatir dan mereka takut,” kata redaktur pelaksana surat kabar Isaan Record Hathairat Phaholtap.

“Mereka telah menunggu pemungutan suara ini begitu lama, dan itu sangat berarti bagi mereka. Ada banyak ketegangan, tetapi juga kegembiraan dan harapan,” ujarnya.

Sebelum pemungutan suara dimulai, pemimpin jajak pendapat adalah Pheu Thai. Partai oposisi ini bersekutu dengan miliarder dan perdana menteri yang dicopot dalam kudeta 2006 Thaksin Shinawatra.

Terlepas dari kejatuhan Thaksin, partai-partai yang terkait dengan taipan telekomunikasi ini telah memenangkan setiap pemilihan sejak itu. Hasil jajak pendapat yang kuat didukung oleh kebijakan pro-kaum miskin seperti perawatan kesehatan universal dan keringanan utang bagi petani.

Tahun ini, Pheu Thai kembali berjanji untuk memperluas program kesejahteraan dan merangsang ekonomi Thailand yang dilanda pandemi. Jika kembali memimpin pemerintahan, partai ini akan menawarkan 10 ribu baht sebagai bantuan bagi mereka yang berusia 16 tahun ke atas.

Partai tersebut saat ini dipimpin oleh putri Thaksin bernama Paetongtarn Shinawatra berusia 36 tahun. Pada rapat umum terakhir Pheu Thai di luar ibu kota Thailand, Bangkok, Paetongtarn mendesak ribuan pendukung berpakaian merah untuk membantu partai itu menang telak sehingga dapat memperbaiki kehidupan rakyat.

“14 Mei akan menjadi hari bersejarah. Kami akan berubah dari kediktatoran menjadi pemerintahan yang dipilih secara demokratis," ujar Paetongtarn.

Mengikuti Pheu Thai dalam jajak pendapat adalah MFP. Partai ini dipimpin oleh pengusaha berusia 42 tahun bernama Pita Limjaroenrat. Partai progresif ini telah menempatkan reformasi demokrasi di pusat agendanya.

Agenda yang mendapatkan perhatian banyak pihak adalah membatalkan konstitusi rancangan militer Thailand, menghapus wajib militer dan merevisi undang-undang lese majeste yang ketat di negara itu. Thailand mengatur hukuman bagi penghinaan terhadap raja dengan hukuman penjara hingga 15 tahun.

Pita yang karismatik  telah mengalami lonjakan dukungan dalam beberapa pekan terakhir. Jajak pendapat terbaru menunjukkan bahwa publik mendukungnya untuk posisi perdana menteri daripada Paetongtarn.

“Waktu kita telah tiba. Untuk mengakhiri krisis politik Thailand, kita harus mengakhiri siklus kudeta – untuk selamanya," kata Pita kepada ribuan penggemar berpakaian oranye di kampanye terakhir MFP di ibu kota Thailand, Bangkok.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement