Ahad 14 May 2023 14:54 WIB

Jelang Pemilu 2024, Ini Nasihat Imam Mawardi terkait Pemimpin

Imam Mawardi menjelaskan setiap orang harus mengetahui sosok pemimpinnya.

Rep: Fuji Eka Permana/ Red: Erdy Nasrul
Ilustrasi menggunakan hak suara untuk memilih pemimpin.
Foto: MOCH ASIM/ANTARA
Ilustrasi menggunakan hak suara untuk memilih pemimpin.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Imam Al-Mawardi dalam bukunya Al-Ahkam Ash-Shulthaniyyah menjelaskan bahwa ada keharusan bagi umat mengetahui sifat-sifat imam atau khalifah atau pemimpin.

Jika kursi imamah atau kepemimpinan telah diserahkan kepada seseorang, baik atas dasar penunjukan dari imam (pemimpin/ khalifah) maupun pilihan dari kelompok pemilih. Maka seluruh umat wajib mengetahui kredibilitas orang yang diserahi kursi kepemimpinan tersebut.

Baca Juga

Umat tidak harus mengetahui bentuk fisik dan namanya pemimpinnya. Kecuali kelompok pemilih yang memilih pemimpinnya. Sebab, pengangkatan pemimpin dapat dianggap sah atas peran dan baiat mereka.

Sulaiman bin Jarir seorang pakar ilmu dan fikih dari kalangan Mu'tazilah mengatakan, seluruh rakyat wajib mengetahui bentuk fisik dan nama dari imamnya atau pemimpinnya (khalifah). Sebagaimana mereka diwajibkan mengetahui Allah dan Rasul-Nya.

Sementara, jumhur ulama atau ulama pada umumnya berpendapat bahwa rakyat atau umat wajib mengetahui imamnya atau pemimpinnya (khalifah) secara gambaran besar saja, tidak harus mengenalnya secara detail. Artinya, setiap orang tidak harus mengetahui bentuk fisik dan nama pemimpinnya, kecuali untuk kepentingan-kepentingan tertentu saja.

Rakyat juga harus mengetahui para hakim dan fuqaha atau ahli fikih yang mengeluarkan fatwa tentang halal dan haram secara gambaran besar saja, tidak harus secara detail terperinci, kecuali untuk kepentingan-kepentingan tertentu.

Imam Al-Mawardi menjelaskan dalam bukunya, seandainya setiap orang diwajibkan mengetahui imam atau pemimpin (khalifah) secara personal, mulai dari bentuk fisik dan namanya. Maka setiap orang dari berbagai daerah harus pindah ke daerah tepat imam atau pemimpinnya tinggal.

Maka daerah yang tempatnya jauh akan ditinggalkan karena orang-orang menuju tempat pemimpinnya tinggal. Hal ini akan menyebabkan terbentuknya tradisi dan adat yang tidak sehat.

Dilansir dari buku Al-Ahkam Ash-Shulthaniyyah yang ditulis Imam Al-Mawardi dan diterjemahkan Khalifurrahman Fath dan Fathurrahman, diterbitkan Qisthi Perss, 2014.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يٰبَنِيْٓ اٰدَمَ لَا يَفْتِنَنَّكُمُ الشَّيْطٰنُ كَمَآ اَخْرَجَ اَبَوَيْكُمْ مِّنَ الْجَنَّةِ يَنْزِعُ عَنْهُمَا لِبَاسَهُمَا لِيُرِيَهُمَا سَوْاٰتِهِمَا ۗاِنَّهٗ يَرٰىكُمْ هُوَ وَقَبِيْلُهٗ مِنْ حَيْثُ لَا تَرَوْنَهُمْۗ اِنَّا جَعَلْنَا الشَّيٰطِيْنَ اَوْلِيَاۤءَ لِلَّذِيْنَ لَا يُؤْمِنُوْنَ
Wahai anak cucu Adam! Janganlah sampai kamu tertipu oleh setan sebagaimana halnya dia (setan) telah mengeluarkan ibu bapakmu dari surga, dengan menanggalkan pakaian keduanya untuk memperlihatkan aurat keduanya. Sesungguhnya dia dan pengikutnya dapat melihat kamu dari suatu tempat yang kamu tidak bisa melihat mereka. Sesungguhnya Kami telah menjadikan setan-setan itu pemimpin bagi orang-orang yang tidak beriman.

(QS. Al-A'raf ayat 27)

Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement