Ahad 14 May 2023 19:02 WIB

Kehidupan di Gaza Berangsur Normal Usai Gencatan Senjata

Warga Gaza menyambut gembira kembalinya kehidupan normal di Gaza.

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Ferry kisihandi
Asap dan api terlihat dari ledakan akibat serangan udara Israel di Gaza, Sabtu (13/5/2023).
Foto: AP/Ashraf Amra
Asap dan api terlihat dari ledakan akibat serangan udara Israel di Gaza, Sabtu (13/5/2023).

REPUBLIKA.CO.ID, GAZA -- Kehidupan di kedua sisi perbatasan Jalur Gaza mulai kembali normal pada Ahad (14/5/2023) setelah gencatan senjata yang dimediasi Mesir menghentikan pertempuran lima hari antara Israel dan Jihad Islam. 

Serangan ini menewaskan 34 warga Palestina dan seorang warga Israel. Israel membuka kembali penyeberangan perbatasan komersialnya, sehingga memungkinkan bahan bakar mengalir ke satu-satunya pembangkit listrik di daerah kantong pantai yang diblokade.  

Toko-toko dan kantor-kantor publik dibuka kembali dan massa kembali ke jalan-jalan yang telah sepi selama berhari-hari. Para pemimpin dari kedua belah pihak yang berkonflik menegaskan komitmen mereka terhadap gencatan senjata.

Pertempuran yang meletus pada Selasa (9/5/2023) dini hari adalah pertarungan terpanjang sejak perang 10 hari pada 2021. Pertempuran dimulai ketika Israel melancarkan serangkaian serangan udara pada Selasa dini hari yang menargetkan komandan Jihad Islam. 

Serangan ini reaksi atas serangan Jihad Islam yang menembakkan lebih dari 1.000 roket dan membuat orang Israel berlari ke tempat perlindungan.  Di Israel selatan di sekitar Gaza, sekolah masih ditutup pada Ahad dan ribuan penduduk yang dievakuasi belum kembali.

 "Bukan masalah sederhana untuk kembali dari situasi seperti itu," ujar Gadi Yarkoni, wali kota beberapa kota Israel di perbatasan Gaza kepada stasiun radio 103 FM.

Pejabat kesehatan Palestina mengatakan, 33 orang termasuk wanita dan anak-anak serta pejuang Jihad Islam tewas di Gaza. Sementara di Israel, seorang wanita Israel dan seorang buruh Palestina tewas oleh roket Gaza. 

Pejabat senior Jihad Islam yang ikut perundingan gencatan senjata di Kairo, Mesir,  Mohammad Al-Hindi mengatakan, siap menghentikan peluncuran roket sebagai imbalan atas persetujuan Israel untuk berhenti menargetkan rumah, warga sipil,  dan pemimpin Jihad Islam. 

 "Kami berkomitmen pada kesepakatan tenang selama musuh mematuhinya," kata Al-Hindi. Namun, Israel mengatakan, mereka tidak akan melakukan tindakan seperti itu. Mereka akan menahan tembakan selama tidak ada ancaman.

 "Saya telah mengatakan berkali-kali. Siapa pun yang menyerang kami, siapa pun yang mencoba menyerang kami, siapa pun yang mencoba menyerang kami di masa depan darahnya hangus," kata Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu. 

Berapa lama gencatan senjata terbaru akan bertahan masih belum diketahui. Pertempuran terakhir terjadi seminggu setelah rentetan serangan lainnya. Bahkan saat gencatan senjata diselesaikan, kedua belah pihak masih terus menembak.

Di Gaza, orang-orang mengumpulkan sisa barang-barang yang bisa telah hancur oleh bombardir Israel selama berhari-hari. Israel menargetkan pusat komando Jihad Islam dan infrastruktur militer lainnya tetapi juga menghancurkan puluhan rumah warga sipil.

 "Ini kamar saya, ada mainan yang biasa saya mainkan dan buku-buku yang biasa saya pelajari, tidak ada yang tersisa," kata Ritaj Abu Abeid (12 tahun) saat dia berdiri di dalam kamar tidurnya yang rusak.

Warga Gaza lainnya, Maddah Al-Amoudi (40 tahun) menjadi salah satu dari sekitar 3.000 nelayan Gaza yang diblokir untuk melaut. Dia menyambut gembira kembalinya kehidupan normal di Gaza.

 "Kami tidak punya alternatif selain laut. Jika ada pekerjaan di laut kami bisa mendapatkan uang dan makanan untuk anak-anak kami dan jika tidak ada laut, kami tidak mendapatkan apapun," kata Al-Amoudi. 

sumber : Reuters
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement