Ahad 14 May 2023 21:22 WIB

Niat dan Keikhlasan Mempunyai Hubungan Kuat, Ini Penjelasan Syekh Ibnu Athaillah

Allah SWT hanya akan menerima amalan hamba yang ikhlas

Rep: Fuji E Permana / Red: Nashih Nashrullah
Beribadah/ilustrasi
Beribadah/ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Syekh Ahmad Ibn Ataaillah as-Sakandari dalam bukunya yang terkenal berjudul al-Hikam (Kata-Kata Bijak) menyebut: 

الأَعْمالُ صُوَرٌ قَائَمةٌ، وَأَرْواحُها وُجودُ سِرِّ الإِخْلاصِ فِيها “Tindakan seperti patung yang hanya hidup dengan semangat keikhlasan.” 

Baca Juga

Ketulusan seorang hamba kepada Allah SWT lebih mendasar daripada mengandalkan-Nya. Hal ini berkaitan dengan tingkat keimanan yang lebih dalam kepada-Nya, Yang Mahatinggi. 

Dr Jasser Auda dalam artikelnya di About Islam menyebut penting untuk menegaskan ketergantungan seorang umat pada Allah SWT dan berharap pada Rahmat-Nya, sebelum membahas ketulusan. 

"Ini karena ketulusan murni kepada Allah SWT begitu halus dan sulit dicapai, tanpa banyak berharap pada Rahmat Allah SWT dan ketergantungan yang kuat kepada-Nya," ujar dia. Ketulusan kepada Allah SWT sangat penting untuk perjalanan hidup manusia. 

Ibn Athaillah pernah berkata, "Tindakan seperti patung yang hanya hidup dengan semangat ketulusan. Jika ada perumpamaan antara perbuatan dan tubuh manusia, maka perbuatan tanpa keikhlasan adalah seperti tubuh tanpa jiwa, mayat. Lantas, apa itu ketulusan?

Ikhlas berarti memiliki niat (Arab: niyyah, maqshid) jujur kepada Allah SWT.  Nabi Muhammad SAW mengatakan: 

إِنَّمَا الْأَعْمَالُ بِالنِّيَّةِ وَلِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ فَهِجْرَتُهُ إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ وَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ لدُنْيَا يُصِيبُهَا أَوِ امْرَأَةٍ يَتَزَوَّجُهَا فَهِجْرَتُهُ إِلَى مَا هَاجَرَ إِلَيْهِ

“Sesungguhnya setiap amalan tergantung pada niatnya. Setiap orang akan mendapatkan apa yang dia niatkan. Siapa yang hijrahnya karena Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya untuk Allah dan Rasul-Nya. Siapa yang hijrahnya karena mencari dunia atau karena wanita yang dinikahinya, maka hijrahnya kepada yang dia tuju. (Al-Bukhari dan Muslim)

Baca juga: 7 Daftar Kontroversi Panji Gumilang Pimpinan Al Zaytun yang tak Pernah Tersentuh

Hadits ini berbicara tentang contoh migrasi yang dilakukan Nabi Muhammad SAW, dari Makkah ke Madinah. Beberapa orang berhijrah hanya untuk berbisnis atau menikah, yang mana karena alasan itu mereka akan diberi imbalan karena niatnya. 

Akan tetapi, para sahabat yang hijrahnya semata-mata karena Allah SWT dan untuk mendukung Rasul-Nya, pahalanya sesuai dengan niatnya. 

Faktanya, Allah SWT telah memberi tahu secara khusus tentang pahala mereka dalam Alquran surat At-Taubah ayat 100. 

Mengapa niat Penting?

Memiliki niat yang murni sangat penting. Tanpa niat, ibadah hanya akan menjadi ajang pamer karena bertujuan untuk menyenangkan orang, bukan untuk menyenangkan Allah SWT. Ibadah dengan niat untuk menyenangkan orang adalah tindakan musyrik dan munafik, Allah SWT melarang.

Baca juga: Mualaf Theresa Corbin, Terpikat dengan Konsep Islam yang Sempurna Tentang Tuhan

Bahkan, Allah SWT telah menggambarkan orang-orang munafik dalam beberapa ayat Alquran. Dalam An Nisa ayat 142 disebutkan:

إِنَّ الْمُنَافِقِينَ يُخَادِعُونَ اللَّهَ وَهُوَ خَادِعُهُمْ وَإِذَا قَامُوا إِلَى الصَّلَاةِ قَامُوا كُسَالَىٰ يُرَاءُونَ النَّاسَ وَلَا يَذْكُرُونَ اللَّهَ إِلَّا قَلِيلًا

"Sesungguhnya orang munafik itu hendak menipu Allah, tetapi Allah-lah yang menipu mereka. Apabila mereka berdiri untuk salat, mereka lakukan dengan malas. Mereka bermaksud ria (ingin dipuji) di hadapan manusia." 

Karena itu, setiap tindakan harus dilakukan dengan niat murni untuk menyenangkan Allah SWT. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement