Senin 15 May 2023 15:30 WIB

Hasil Pemilu Thailand, Pukulan Telak Bagi Kubu Militer

Oposisi Thailand meraih kemenangan yang mengejutkan dalam Pemilu pada Ahad kemarin.

Rep: Amri Amrullah/ Red: Nidia Zuraya
Penghitungan suara Pemilu Thailand  (ilustrasi).
Foto: EPA-EFE/PONGMANAT TASIRI
Penghitungan suara Pemilu Thailand (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, BANGKOK -- Oposisi Thailand meraih kemenangan yang mengejutkan dalam pemilihan umum pada Ahad (14/5/2023). Kemenangan kelompok oposisi ini menjadi pukulan telak bagi partai dan kelompok politik yang berafiliasi kepada militer dan sekutunya.

Meski demikian, dengan aturan parlemen yang berpihak pada kelompok militer dan tokoh-tokoh berpengaruh di belakangnya dan yang terlibat di belakang layar, mereka masih bisa memiliki peran dalam pemerintahan.

Baca Juga

Pemimpin kelompok militer, yang juga Perdana Menteri Prayut Chan-o-cha, adalah seorang purnawirawan jenderal yang memimpin kudeta terakhir. Ia telah mengampanyekan kesinambungan pemerintahan setelah sembilan tahun berkuasa. Ia juga selalu menekankan perubahan dalam pemerintahan dapat menyebabkan konflik.

Saat pemilu berlangsung pada Ahad, dia menyelinap pergi diam-diam dari markas besar partai United Thai Nation, di mana hanya ada sedikit pendukungnya yang terlihat. Beberapa staf duduk di samping piring-piring makanan yang belum dimakan saat layar televisi raksasa menayangkan pidato langsung dari pemimpin kelompok oposisi Move Forward yang diprediksi kuat memenangkan pemilu.

"Saya berharap negara ini akan damai dan makmur," kata Jenderal Prayut kepada para wartawan. "Saya menghormati demokrasi dan pemilu. Terima kasih," ujarnya.

Sementara itu, kelompok oposisi lain, Pheu Thai telah diperkirakan juga akan menang setelah memenangkan suara terbanyak dalam setiap pemungutan suara sejak 2001, termasuk dua kemenangan besar. Setidaknya tiga dari empat pemerintahan PM Thailand dari partai ini telah digulingkan dari jabatannya.

Didirikan oleh taipan yang mengasingkan diri, Thaksin Shinawatra, Pheu Thai tetap sangat populer di kalangan kelas pekerja dan berharap dapat kembali berkuasa dengan Kemenangan besar karena nostalgia akan kebijakan populisnya, seperti layanan kesehatan murah, pinjaman mikro, dan subsidi pertanian yang murah hati.

Putri Thaksin, Paetongtarn, 36 tahun, telah digadang-gadang akan mengikuti jejak ayahnya dan bibinya, Yingluck Shinawatra, untuk menjadi perdana menteri. Yingluck dan Thaksin sama-sama digulingkan dalam kudeta.

Paetongtarn mengatakan bahwa dia senang dengan Move Forward, tetapi masih terlalu dini untuk membahas aliansi. "Suara rakyat adalah yang terpenting," katanya.

Sementara, kelompok oposisi Move Forward mengalami kenaikan pada tahap akhir dalam jajak pendapat, dan bertaruh pada 3,3 juta pemilih pemula untuk mendukung agenda liberal. Termasuk rencana untuk melemahkan peran politik militer dan mengubah atau mengamandemen undang-undang yang terlalu ketat, mengenai penghinaan terhadap raja dan kerajaan Thailand.

Aturan tersebut menurut para kritikus digunakan untuk membungkam perbedaan pendapat di Thailand selama ini. Thitinan Pongsudhirak, seorang ilmuwan politik di Universitas Chulalongkorn, mengatakan bahwa lonjakan suara Move Forward menunjukkan pergeseran besar dalam politik Thailand.

"Pheu Thai berperang dengan cara yang salah. Pheu Thai bertarung dalam perang populisme yang sudah dimenangkannya," katanya.

"Move Forward membawa permainan ke tingkat berikutnya dengan reformasi kelembagaan. Itulah medan pertempuran baru dalam politik Thailand," ujarnya.

Dua kelompok oposisi dipastikan akan menang, setelah mengalahkan partai-partai yang bersekutu dengan militer. Dimana kelompok ini akan membuka jalan bagi pembuatan kesepakatan membentuk pemerintahan, dan mengakhiri satu dekade pemerintahan konservatif yang didukung oleh militer.

Partai liberal Move Forward dan Partai Pheu Thai yang populis unggul jauh di depan dengan 99 persen suara yang telah dihitung. Tetapi, masih jauh dari pasti, bila kedua partai ini akan membentuk pemerintahan koalisi berikutnya. Bila merujuk aturan parlemen yang ditulis oleh militer setelah kudeta tahun 2014 yang condong menguntungkan mereka.

Untuk memerintah, partai-partai oposisi harus membuat kesepakatan dan mengumpulkan dukungan dari berbagai kubu. Termasuk anggota Senat yang ditunjuk junta yang berpihak pada partai-partai militer dan berhak memberikan suara untuk menentukan siapa yang akan menjadi perdana menteri dan membentuk pemerintahan berikutnya.

Pemilihan Ahad kemarin adalah pertarungan terbaru dalam pertarungan perebutan kekuasaan yang telah berlangsung lama antara Pheu Thai, raksasa populis dari keluarga miliarder Shinawatra, dan kelompok uang lama, konservatif, dan militer yang memiliki pengaruh terhadap lembaga-lembaga utama di jantung kekacauan selama dua dekade.

Namun, kinerja mengejutkan dari Move Forward, yang mendapatkan gelombang dukungan dari para pemilih muda, mereka akan menguji tekad partai-partai mapan dan berkuasa di Thailand setelah hampir menyapu bersih ibu kota Bangkok dengan platform reformasi kelembagaan dan membongkar monopoli.

Move Forward berada di urutan teratas, diikuti oleh Pheu Thai, demikian hasil awal menunjukkan. Menurut perhitungan Reuters, keduanya diperkirakan akan memenangkan lebih dari tiga kali lipat jumlah kursi Palang Pracharat, kendaraan politik junta, dan partai United Thai Nation yang didukung oleh tentara.

 

sumber : Reuters
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement