REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Afdhal Aliasar, Direktur Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah (KNEKS) dan mantan Head of Operations perbankan dan pasar modal global
Terkendalanya sistem dan jaringan Bank Syariah Indonesia (BSI) lebih dari tiga hari sejak 8 Mei 2023 cukup membuat heboh pemberitaan nasional. Memang sangat tidak lazim layanan perbankan yang sangat bergantung teknologi bisa down segitu lama. Ini tentu saja menjadi PR besar bagi manajemen dan pemegang saham untuk melakukan perbaikan signifikan ke depannya agar tidak terulang kembali kasus yang sama.
Bisnis perbankan adalah bisnis yang sangat bergantung pada teknologi, sehingga continuity of business menjadi kritikal dan reputasi institusi akan sangat dipertaruhkan. Business Continuity Plan (BCP) menjadi sangat penting, walaupun memang mahal dan butuh infrastruktur yang handal namun untuk bisnis sebesar BSI, ketangguhan BCP adalah sesuatu yang WAJIB ada.
Saya teringat pengalaman selama 20 tahun lebih mengawangi operasi perbankan dan pasar modal global dalam jaringan Citigroup dan Nomura Asia Ex-Japan maupun bank lokal di awal masa berkarier. Setiap waktu tiada henti para pelaksana dan manajemen diingatkan mengenai ketangguhan dan kontinuitas dari bisnis, testing berkala dan perencanaan backup atas kemungkinan terjadi failure terus dilaksanakan sepanjang waktu. Insya Allah BSI segera pulih dan bangkit dengan kemampuan yang lebih baik dalam melayani nasabahnya ke depan.
Baca juga : BSI Berikan Cashback Rp 50 Ribu Bagi Pengguna Transaksi QRIS di Periode Ini
Sementara kita tidak bahas dulu kejadian kegagalan sistem BSI yang juga sangat mungkin dialami oleh semua bank. Satu hal yang sangat mengelitik saya adalah banyaknya pihak yang menyuarakan agar dikembalikannya bank konvensional untuk beroperasi di Aceh Nangroe Darussalam. Wah ini ada apakah? Dengan alasan terjadinya kegagalan sistem pada BSI menyebabkan nasabah BSI di Aceh tidak terlayani.
Perlu diketahui di Aceh berdasarkan Qanun No. 11, 2018 tentang LKS, bank yang diperbolehkan beroperasi di provinsi istimewa ini adalah hanya perbankan syariah. Namun BSI tidaklah sendirian dan bukan satu satunya bank syariah di Aceh. Bank Aceh sendiri adalah bank yang beroperasi secara syariah, belum lagi bank syariah lainnya seperti BTN Syariah, BCA Syariah, CIMB Niaga Syariah, Bank Muamalat, MayBank Syariah, Danamon Syariah, Bukopin Syariah, BTPN Syariah, Bank Mega Syariah serta lembaga keuangan mikro syariah lainnya.
Perjalanan Qanun LKS di Aceh sudah cukup berliku dengan mulai ditetapkan pada 2018 dan implementasi penuh pada 2022 merupakan perjalanan keistimewaan NAD di bidang keuangan syariah yang sejalan dengan visi provinsi serambi Mekah ini. Kerja keras stakeholder yang membuahkan implementasi penuh Qanun LKS pada 2022 merupakan capaian besar dan telah menjadi milestone perkembangan keuangan syariah di Indonesia.
Sungguh mengundang kembali perbankan konvensional ke Aceh merupakan pemikiran yang memalukan. Walaupun saya bukan berasal dari suku Aceh, mendengarnya saja saya sedih dan geleng-geleng kepala. Momentum failure sistem BSI justru harusnya menjadi motivasi untuk membangun sistem keuangan syariah yang lebih unggul dan tangguh di Aceh dan tentu juga di Indonesia.
Baca juga : Kena Serangan Siber, Wapres Minta BSI Benahi Sistem Teknologi
Banyak cara dan inovasi yang bisa dilaksanakan untuk memperkuat sistem teknologi keuangan syariah di Aceh. Untuk mengurangi tingginya risiko atas besarnya jumlah penguna bank syariah di Aceh yang berpotensi terdampak jika terjadi sesuatu hal pada sistem jaringan perbankan pusat, bisa saja dibangun dan ditempatkan dedicated network server di Aceh yang tetap dimungkinkan bisa beroperasi terbatas pada saat terjadi gangguan di jaringan kantor pusat. Banyak cara lain yang sangat terbuka untuk dapat dilaksanakan ke depannya demi menjaga pelayanan tetap dapat berjalan dengan baik melalui inovasi dan penguatan teknologi.
Perdagangan dan bisnis di Aceh memang sudah lama mendapatkan pelayanan dari jaringan perbankan konvensional yang lebih dahulu hadir. Namun kesadaran akan praktik keuangan syariah yang tidak hanya berusaha keluar dari riba dan juga memberikan ketenangan bagi para nasabah, telah membuat lembaga keuangan syariah hadir di Aceh tidak hanya sebagai entitas bisnis, tetapi juga membangun kebaikan di bumi Aceh.
Akankah godaan ribawi akan menggadaikan keistimewaan Aceh? Tentu saya berharap suara yang meminta kembalinya keuangan konvensional ke Aceh hanyalah letupan emosional sementara yang sebenarnya mendambakan hadirnya praktek keuangan syariah yang andal, terkini dan tangguh untuk membangun Aceh lebih bercahaya dengan ekonomi syariah yang tahan dan mandiri ke depannya.
*) ditulis dalam perjalanan dalam pesawat ke Jeddah, untuk menghadiri pertemuan tahunan Islamic Development Bank (IsDB) Group Private Sector Forum 2023