Senin 15 May 2023 16:51 WIB

Dua Partai Oposisi Teratas Thailand Bentuk Koalisi

Partai oposisi Thailand berhasil mengalahkan partai didukung militer

Rep: Dwina Agustin/ Red: Nidia Zuraya
 Petugas pemilu Thailand (ilustrasi).
Foto: abc.net.au
Petugas pemilu Thailand (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, BANGKOK -- Partai Move Forward dan Pheu Thai sepakat untuk membentuk koalisi pada Senin (15/5/2023). Mereka berhasil mengalahkan partai didukung militer yang telah menguasai pemerintah Thailand selama hampir satu dekade.

Kedua partai oposisi ini mendominasi pemungutan suara pada Ahad (14/5/2023). Namun mereka menghadapi tantangan dalam mengumpulkan dukungan yang cukup untuk menunjuk perdana menteri karena aturan parlemen yang dirancang oleh militer setelah kudeta tahun 2014 condong mendukung sekutunya.

Baca Juga

Aliansi oposisi ini perlu memastikan upayanya untuk membentuk pemerintahan baru tidak akan dihalangi oleh Senat yang ditunjuk junta. Anggota senat tersebut dapat memberikan suara dalam penunjukan perdana menteri dalam sidang bikameral dari total 750 anggota legislatif.

Pemimpin Move Forward Pita Limjaroenrat mengusulkan aliansi enam partai yang akan menguasai 309 kursi dengan penunjukan dirinya sebagai perdana menteri. Jumlah tersebut masih kurang dari 376 kursi yang dibutuhkan untuk memastikan terpilih ke posisi puncak pemerintahan.

Ditanya tentang Senat majelis tinggi, Pita mengatakan, semua pihak harus menghormati hasil pemilu dan tidak ada gunanya menentangnya. "Saya tidak khawatir tetapi saya tidak ceroboh," katanya dalam konferensi pers.

"Ini akan menjadi harga yang cukup besar untuk dibayar jika seseorang berpikir untuk menyanggah hasil pemilu atau membentuk pemerintahan minoritas," ujar Pita.

Pheu Thai yang dikendalikan oleh keluarga miliarder Shinawatra mengatakan setuju dengan usulan Pita. Partai tersebut berharap Pita beruntung dalam upaya menjadi perdana menteri.

"Pheu Thai tidak memiliki rencana untuk membentuk pemerintahan lain," kata pemimpin partai Chonlanan Srikaew dalam konferensi pers.

"Pada prinsipnya, Senator harus menghormati suara rakyat," ujar Chonlanan saat ditanya tentang kemungkinan tindakan koalisi oposisi digagalkan oleh majelis tinggi.

Meskipun hasil pemilu tampaknya menjadi pukulan telak bagi militer dan sekutunya, dengan aturan parlementer di pihak mereka dan beberapa kekuatan kekuasaan yang berpengaruh di belakangnya, mereka dapat menentukan bentuk pemerintahan baru. Terlebih lagi Move Forward mendorong agenda liberal dan janji perubahan yang berani, termasuk memecah monopoli dan mereformasi undang-undang yang menghina monarki.

Pita mengatakan, Move Forward akan melanjutkan rencananya untuk mengubah undang-undang lese majeste yang ketat terhadap penghinaan terhadap monarki. Undang-undang menghukum penghinaan yang dirasakan hingga 15 tahun penjara, dengan ratusan orang menghadapi dakwaan, beberapa di antaranya berada dalam penahanan pra-sidang.

Pita mengatakan parlemen akan menjadi forum yang tepat untuk mengupayakan perubahan undang-undang atau pasal 112 KUHP. "Kami akan menggunakan parlemen untuk memastikan bahwa ada diskusi komprehensif dengan kedewasaan, dengan transparansi tentang bagaimana kami harus bergerak maju dalam hubungan antara monarki dan massa," katanya.

Ditanya apakah Pheu Thai akan mendukung agenda Pita, salah satu kandidat bakal calon perdana menteri Paetongtarn Shinawatra mengatakan, hal itu dapat dibahas di badan legislatif. "Pheu Thai memiliki pendirian yang jelas bahwa kami tidak akan menghapus 112 tetapi bisa ada diskusi tentang undang-undang tersebut di parlemen," katanya.

Move Forward menambahkan dimensi baru dalam perebutan kekuasaan yang selama bertahun-tahun berpusat pada keluarga Shinawatra dan pendirian pro-militer. Kedua kubu ini membawa keributan yang berlangsung selama dua dekade di negara Asia Tenggara itu.

sumber : Reuters
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement