Senin 15 May 2023 17:25 WIB

Lewat Musra, Jokowi Ingin Tunjukkan ke Parpol Punya Pengaruh Besar di Pilpres 2024

Meski bukan orang penting di parpol, Jokowi punya akses dan jejaring kuat di relawan.

Presiden Joko Widodo menyampaikan pidato pada puncak acara Musyawarah Rakyat (Musra) di Istora Senayan, Jakarta, Ahad (14/5/2023).
Foto: ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A
Presiden Joko Widodo menyampaikan pidato pada puncak acara Musyawarah Rakyat (Musra) di Istora Senayan, Jakarta, Ahad (14/5/2023).

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Wahyu Suryana, Febrian Fachri, Dessy Suciati Saputri

Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada Ahad (14/5/2023) menghadiri acara musyawarah rakyat (Musra) di Istora Senayan Jakarta. Pengamat politik Adi Prayitno menilai, Jokowi memang sering menggunakan panggung-panggung politik relawan seperti Musra sebagai media konsolidasi.

Baca Juga

Menurut Adi, relawan-relawan Jokowi itu merupakan replika politik Jokowi dan selalu menjadi panggung politik Jokowi karena dia bukan ketum parpol. Di PDIP, misalnya, Jokowi tidak bisa bicara atas nama PDIP, apalagi pilpres.

"Karena yang bisa bicara tentang pilpres hanya Megawati, beda dengan ketum-ketum lain," kata Adi kepada Republika, Senin (15/5/2023).

Menurut Adi, selalu bicara pilpres melalui simpul-simpul relawan. Hal ini menegaskan Jokowi sekalipun bukan orang penting di partai, tapi memiliki akses dan jejaring yang kuat dengan para relawan politik.

Jokowi lewat relawan, ingin menunjukkan dirinya bisa menentukan akselerasi dan kemenangan pada 2024. Sekalipun bukan elite parpol, Jokowi tetap bisa mengonsolidasikan kekuatan-kekuatan politik yang berasal dari akar rumput dan rakyat.

"Makanya, dalam sambutannya Jokowi mengatakan Musra ini adalah aspirasi rakyat bukan aspirasi elite, itu yang ingin ditegaskan kalau Jokowi bersama rakyat," ujar Adi. 

Pengamat politik, Hendri Satrio pun mengakui, Presiden Jokowi akan selalu memiliki dampak besar untuk kontestasi 2024. Hal itu dikarenakan Jokowi merupakan presiden, penguasa yang merupakan pula penyelenggara pemilu.

Maka itu, ia berpendapat, tidak heran apa saja yang dilakukan Presiden Jokowi pasti memberikan dampak untuk dinamika menjelang 2024. Namun, dampak dari semua itu kepada perolehan suara tetap tergantung rakyat.

"Contoh, berdasarkan survei Kedai Kopi, responden 63 persen ingin perubahan," kata Hensat kepada Republika, Senin (15/5).

Pendiri Kelompok Diskusi dan Kajian Opini Publik (Kedai Kopi) itu menekankan, sudah jadi ritual demokrasi dalam 10 tahunan ada pergantian pemimpin. Artinya, perubahan jadi pesan yang ditunggu masyarakat. 

"Karena, memang masyarakat selalu menunggu menjadi lebih baik," ujar Hendri. 

Pengamat politik dari Universitas Andalas, Najmuddin Rasul, menilai kehadiran Jokowi di acara Musra itu memperlihatkan rendahnya kualitas pemahaman Jokowi terhadap demokrasi sekaligus cermin rasa ketakutan Jokowi memasuki masa purna tugas. 

"Menurut saya, kehadiran dan pidato jokowi di acara Musra, menurut saya memperlihatkan rendahnya kualitas pemahaman demokrasi. Artinya, jokowi sangat ketakutan memasuki masa purna tugas. Ini bisa memunculkan spekulasi politik dan hukum," kata Najmuddin, kepada Republika, Ahad (14/5/2023). 

Pada acara Musra tersebut lanjut Najmuddin, Jokowi kembali menyebutkan sejumlah nama yang ia endorse untuk didukung menjadi capres dan cawapres. Seharusnya, kata Najmuddin, sebagai presiden yang masih menjabat, Jokowi bersikap netral dan fokus menyelesaikan tugasnya hingga masa jabatan habis. 

"Ini juga jokowi tidak menghormati etika politik. Semestinya jokowi harus fokus pada penyelesaian tugas kepresidenan, seperti pemerataan pembangunan ekonomi dan keadilan serta penegakan hukum," ujar Najmuddin. 

 

 

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement