Senin 15 May 2023 18:32 WIB

Gara-Gara Ini, Utang Luar Negeri Indonesia Masih Bisa Naik

Dari sisi pemerintah, risiko kenaikan utang berasal dari kebutuhan pembiayaan APBN.

Rep: Retno Wulandhari/ Red: Ahmad Fikri Noor
Ilustrasi utang. Center of Economic and Law Studies (Celios) menilai Indonesia perlu mewaspadai potensi peningkatan Utang Luar Negeri (ULN). Dari sisi pemerintah, risiko kenaikan utang berasal dari kebutuhan membiayai defisit APBN.
Foto: ANTARA/Aprillio Akbar
Ilustrasi utang. Center of Economic and Law Studies (Celios) menilai Indonesia perlu mewaspadai potensi peningkatan Utang Luar Negeri (ULN). Dari sisi pemerintah, risiko kenaikan utang berasal dari kebutuhan membiayai defisit APBN.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Center of Economic and Law Studies (Celios) menilai Indonesia perlu mewaspadai potensi peningkatan Utang Luar Negeri (ULN). Dari sisi pemerintah, risiko kenaikan utang berasal dari kebutuhan membiayai defisit APBN. 

"Kebutuhan meningkat apalagi di tengah terjadinya probabilitas penurunan dari rasio pajak karena berakhirnya booming harga komoditas," kata Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira, Senin (15/5/2023).

Baca Juga

Faktor lain yang juga dapat mendorong pemerintah menambah jumlah utang yaitu adanya adanya kebutuhan membiayao proyek-proyek infrastruktur dengan anggaran jumbo. Selain itu, pemerintah juga berpotensi menerbitkan surat utang luar negeri untuk pembayaran beban bunga.

Sementara dari sisi swasta, Bhima melihat, peningkatan utang didorong oleh efek selisih kurs. Gagal bayar utang di AS dan adanya tekanan ekonomi membuat pelemahan nilai tukar rupiah tidak terhindarkan, sehingga dapat membuat utang luar negeri swasta membengkak.

"Perusahaan swasta membutuhkan pinjaman baru untuk refinancing di mana kebutuhannya tidak sedikit, kemungkinan tren utangnya akan meningkat," ujar Bhima.

Berdasarkan data Bank Indonesia, Senin (15/5/2023), ULN pemerintah pada kuartal I 2023 tercatat sebesar 194,0 miliar dolar AS. Angka tersebut turun sebesar 1,1 persen yoy, lebih rendah dibandingkan dengan kontraksi pada kuartal sebelumnya sebesar 6,8 persen. 

ULN swasta juga mengalami kontraksi dan lebih dalam. Posisi ULN swasta pada kuartal I 2023 tercatat sebesar 199,4 miliar dolar AS, turun 3,0 persen yoy, lebih dalam dibandingkan dengan kontraksi pada kuartal sebelumnya sebesar 1,7 persen yoy. 

Pertumbuhan ULN perusahaan bukan lembaga keuangan (nonfinancial corporations) dan lembaga keuangan (financial corporations) masing-masing mengalami kontraksi 2,9 persen yoy dan 3,5 persen yoy, lebih dalam dibandingkan dengan kontraksi kuartal lalu yang masing-masing tercatat 1,4 persen dan 2,7 persen. 

BI mengeklaim, struktur ULN Indonesia tersebut tetap sehat. Hal tersebut didukung oleh penerapan prinsip kehati-hatian dalam pengelolaannya.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement