REPUBLIKA.CO.ID, ISLAMABAD -- Ribuan pendukung Pemerintah Pakistan berkumpul di depan gedung Mahkamah Agung negara itu pada Senin (15/5/2023), dalam sebuah unjuk rasa, tuntutan pada peradilan negara. Para pengunjuk rasa menuntut pengunduran diri ketua Mahkamah Agung Pakistan karena memerintahkan pembebasan mantan perdana menteri Imran Khan.
Aliansi Demokrasi Pakistan, sebuah kelompok yang terdiri atas 13 partai politik yang berafiliasi dengan Liga Muslim Pakistan yang berkuasa, menyerukan aksi protes tersebut. Penahanan dramatis Khan dari ruang sidang di Islamabad minggu lalu memicu kemarahan di antara para pendukungnya, yang membakar gedung-gedung dan kendaraan di berbagai kota besar di Pakistan dan menyerang fasilitas-fasilitas militer.
Sedikitnya 10 orang tewas dalam bentrokan sengit antar pendukung Imran Khan dengan polisi. Puluhan orang terluka dan ribuan pendukung Khan dari partai Tehreek-e-Insaf ditangkap.
Mahkamah Agung, yang dipimpin oleh Ketua Mahkamah Agung Umar Ata Bandial, turun tangan dan memerintahkan agar Khan dibebaskan. Bandial mengkritik cara penangkapan Khan dan mengatakan bahwa penahanannya melanggar hukum. Namun pemerintah dan sekutunya menuduh sikap hakim agung tersebut bias.
Konvoi yang dipenuhi oleh para pendukung pemerintah membanjiri jalan utama menuju Islamabad, kemudian dilanjutkan perjalanan mereka menuju gedung Mahkamah Agung. Meskipun aparat mengeluarkan larangan unjuk rasa dan pertemuan publik yang diberlakukan setelah bentrokan pendukung Khan sebelumnya.
"Protes damai kami adalah untuk menentang Ketua Mahkamah Agung (Umar Ata Bandial) yang memfasilitasi pembebasan Imran Khan," kata Fazalur Rehman, ketua Aliansi Demokratik Pakistan.
Partai politik Islam radikal Jamiat-e-Ulema-Islam memimpin seruan protes tersebut. Juga sebagai bagian dari aliansi, Partai Rakyat Pakistan yang dipimpin oleh Bilawal Bhutto Zardari - putra Perdana Menteri Benazir Bhutto yang terbunuh - bergabung dalam aksi tersebut.
Dalam sebuah pernyataan yang disiarkan di televisi pada Senin (15/5/2023), Menteri Pertahanan Khawaja Mohammad Asif menuduh Mahkamah Agung berpihak pada Khan. Dia menyarankan pengadilan untuk memeriksa perilaku ketua pengadilan dan mengambil tindakan hukum terhadapnya.
Khan mengklaim dalam sebuah tweet pada hari Senin bahwa aksi unjuk rasa tersebut diatur untuk menyingkirkan ketua pengadilan. Protes tersebut merupakan tanda meningkatnya ketegangan antara lembaga peradilan dan pemerintah Perdana Menteri Shahbaz Sharif, yang menggantikan Khan, setelah pemecatannya dalam pemungutan suara mosi tidak percaya di Parlemen pada April 2022.
Konfrontasi langsung antara pemerintah dan hakim-hakim mahkamah agung jarang terjadi di Pakistan. Pada tahun 1997, Perdana Menteri saat itu, Nawaz Sharif, menuntut pemecatan Ketua Mahkamah Agung Sajjad Ali Shah.
Satu dekade kemudian, mantan Presiden Pervez Musharraf menempatkan Ketua Mahkamah Agung Iftikhar Mohammad Chaudhry dalam tahanan rumah setelah ia menolak untuk mengundurkan diri karena menuduh pemimpin saat itu melakukan korupsi. Para hakim semakin berkuasa sejak saat itu. Mahkamah Agung telah menggulingkan dua perdana menteri dari jabatannya, Nawaz Sharif dan Yousaf Raza Gillani.
Khan secara dramatis ditangkap dari ruang sidang di Islamabad dan diseret keluar oleh agen-agen Biro Akuntabilitas Nasional pada, Selasa lalu dengan tuduhan menerima properti senilai jutaan dolar sebagai imbalan atas pemberian keuntungan kepada seorang taipan real estat.
Setahun setelah penggulingannya, Khan, mantan bintang kriket yang menjadi politisi Islamis, masih sangat populer di Pakistan. Ia menyalahkan Perdana Menteri Shahbaz Sharif, militer negara itu dan Washington atas penggulingannya dari kekuasaan, dengan mengatakan bahwa itu adalah bagian dari konspirasi untuk mendiskreditkannya. Ketiganya telah membantah tuduhan tersebut.