REPUBLIKA.CO.ID, MAKKAH -- Memasuki fase dakwah di Makkah, umat Islam mendapatkan sejumlah penyiksaan oleh kaum kafir Quraisy. Meski Nabi Muhammad juga kerap diancam dan dikucilkan pula di fase ini, namun sejatinya ada alasan bagi kaum kafir Quraisy tak membunuh Nabi.
Dalam buku Sejarah Islam yang Hilang karya Firas Al-Khateeb dijelaskan, masyarakat Arab masih memegang struktur dan aturan budaya. Sehingga secara aturan, Nabi Muhammad masih berada di bawah perlindungan pamannya, Abu Thalib, yang merupakan pemimpin Bani Hasyim salah satu klan Quraisy.
Abu Thalib sendiri menolak menerima Islam, namun ia menunjukkan perlindungannya terang-terangan kepada keselamatan keponakannya itu.
Lebih jauh dari itu, dalam budaya Arab tua terdapat aturan bahwa secara garis besar terdapat konsekuensi hukum berat apabila Muhammad terbunuh.
Sebab jika Muhammad terbunuh, budaya Arab tua menyebutkan bahwa anggota klan keluarga Nabi diizinkan membalas dendam.
Sehingga dengan aturan itu, dikhawatirkan terjadi perang saudara yang melanda.
Jadi, Nabi Muhammad tidak bisa disakiti. Tetapi demikian, perlindungan tersebut tidak berlaku bagi para pengikutnya. Sebab banyak di antaranya yang tidak dilindungi oleh klan atau keluarga manapun.