REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Para menteri pendidikan dari kelompok tujuh negara (G7) menyuarakan perlunya mengurangi risiko yang terkait dengan kecerdasan buatan (AI) generatif. Hal itu termasuk untuk bot AI, ChatGPT yang juga dipuji karena kemajuannya dalam industri teknologi.
Para menteri G7 juga menyepakati pentingnya pemahaman berkelanjutan terkait isu-isu yang berasal dari AI. Teknologi AI telah berkembang pesat dan menarik perhatian publik sejak peluncuran ChatGPT oleh perusahaan AS, OpenAI, pada November 2022.
Bot AI adalah aplikasi perangkat lunak yang dilatih menggunakan data dalam jumlah besar dari internet dan sumber lain. Hal itu memungkinkan chatbot memiliki kemampuan memproses dan menyimulasikan percakapan seperti manusia dengan pengguna. ChatGPT juga dapat diminta untuk mengedit teks dan membuat esai.
Terdapat argumen yang menyoroti manfaat menggunakan AI generatif. Tetapi, itu juga menimbulkan kekhawatiran tentang efek negatif dari teknologi tersebut, seperti kemungkinan penurunan keterampilan berpikir kritis dan potensi pelanggaran hak cipta.
Perdana Menteri dari Jepang, Fumio Kishida, mengatakan pada panel pemerintah terkait pentingnya membahas strategi AI. Jepang juga dinilai perlu menjalankan kepemimpinan dalam mempromosikan pemahaman bersama dan menetapkan aturan, seperti dikutip dari Japan Today, Selasa (16/5/2023).
Tanggapan terhadap teknologi di antara negara-negara industri besar G7 bervariasi. Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Olahraga, Sains, dan Teknologi Jepang mengatakan, pihaknya berencana untuk memperkenalkan pedoman penggunaan AI di lingkungan sekolah pada tahun akademik 2023.