REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Kejaksaan Agung (Kejagung) memeriksa dua Direktur Utama Pengelola Dana Pensiun Perusahaan Pelabuhan dan Pengerukan PT Pelabuhan Indonesia (DP4 Pelindo), HT dan M. Pemeriksaan oleh tim Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) itu juga turut meminta keterangan WF, DN selaku manajer Kepesertaan DP-4, dan mantan asisten manajer Akutansi dan Anggaran DP-4.
Pemeriksaan empat orang tersebut, terkait lanjutan penyidikan dugaan korupsi DP-4 2013-2019. Kepala Pusat Penerangan dan Hukum (Kapuspenkum) Kejakgung, Ketut Sumedana mengatakan, HT diperiksa selaku Dirut DP-4 April 2017 - April 2021. Dan M diperiksa selaku Dirut DP-4 periode Juni 2021-Juni 2025.
“WF, HT, M, dan DN diperiksa sebagai saksi,” begitu kata Ketut dalam keterangannya, Senin (15/5/2023).
Ketut menambahkan, pemeriksaan empat saksi tersebut juga untuk memperkuat pembuktian korupsi yang saat ini menjerat enam tersangka yang sudah ditetapkan. Yakni tersangka EWI, KAM, US, IS, dan CAK, serta AHM. Enam tersangka tersebut, sudah dalam penahanan terpisah sejak pekan lalu.
“Pemeriksaan saksi-saksi tersebut juga untuk memperkuat bukti-bukti dan pemberkasan enam tersangka yang sudah ditetapkan oleh penyidik,” begitu sambung Ketut.
Pada Selasa (9/5/2023), Jampidsus mengumumkan enam tersangka yang sudah dilakukan penahanan terkait kasus tersebut. Tersangka EWI mengacu pada nama Edi Winoto selaku Direktur Utama (Dirut) DP-4 2011-2016.
KAM adalah Khamidin Suwarjo yang ditetapkan tersangka selaku Direktur Keuangan (Dirkeu) DP-4 2008-2014. US adalah Umar Samiaji yang ditetapkan tersangka selaku Dewan Pengawas DP-4 2005-2019.
IS adalah Imam Syafingi yang ditetapkan tersangka selaku Staf Investasi Sektor Riil DP-4 2012-2017. CAK adalah Chiefy Adi Kusmargono yang ditetapkan tersangka selaku Dewan Pengawas DP-4 2012.
Terakhir, AHM adalah Ahmad Adhi Aristo yang ditetapkan tersangka selaku pihak swasta berprofesi sebagai makelar tanah. Direktur Penyidikan Kuntadi mengatakan, timnya masih menghitung berapa dana pensiun yang dikelola DP-4 sepanjang enam tahun periode 2013-2019.
Akan tetapi, tim penyidikannya sudah memiliki bukti perbuatan korupsi dalam pengelolaan DP-4 untuk bisnis pribadi para tersangka. Penghitungan sementara, penggunaan dana pensiun untuk bisnis pribadi itu merugikan negara senilai minimal Rp 148 miliar.
“Nilai kerugian negara (Rp) 148 miliar itu estimasi minimal ya. Kita hitung bisa lebih dari itu, karena uang yang dikelola oleh Dapen Pelindo (DP-4) ini sangat besar, dan duitnya hilang,” kata Kuntadi saat ditemui di Gedung Pidana Khusus (Pidsus) Kejagung, Jakarta, Rabu (10/5/2023).
Menurut Kuntadi, dari penyidikan terungkap, nilai kerugian negara sementara sebesar Rp 148 miliar itu, semula diperuntukkan untuk dua jenis kegiatan usaha pribadi para tersangka. Yaitu untuk pembelian ratusan hektare lahan, dan penyertaan modal pada dua perusahaan swasta.
“Dalam pembelian lahan itu, kita temukan bukti-buktinya di Depok, Salatiga (Jawa Tengah), Tangerang, Tigaraksa, dan Palembang,” terang Kuntadi. Tadinya, kata Kuntadi menerangkan, lahan-lahan yang dibayar melalui uang DP-4 tersebut untuk bisnis perumahan.
Akan tetapi, dikatakan Kuntadi, bisnis perumahan tersebut tak berjalan karena dalam transaksinya, pun menjadikan makelar sebagai pihak ketiga sehingga terjadi mark-up. “Pembangunan perumahannya itu, juga tidak berjalan, dan mangkrak lalu duitnya hilang,” ujar Kuntadi.
Dalam kegiatan bisnis penyertaan modal, Kuntadi mengatakan, uang DP-4 juga dialokasikan dalam penambahan modal investasi dua perusahaan swasta. Yaitu, PT Indoport Utama (IU), dan PT Indoport Prima (IP). Diketahui juga dua perusahaan swasta itu, menjadi kontraktor pembangunan perumahan terkait bisnis yang pertama.
Namun, dalam penyidikan terungkap, dua perusahaan kontraktor perumahan tersebut, PT IU dan PT IP menjadikan tersangka EWI, eks Dirut DP-4 sebagai komisaris pada dua perusahaan swasta itu.
“Jadi dia (tersangka EWI) itu menyalahgunakan kedudukannya sebagai dirut (DP-4) untuk keuntungannya sendiri. Karena dengan posisinya sebagai dirut (DP-4) yang menggunakan uang tersebut untuk melakukan investasi dana pensiun di perusahaan yang menjadikan dia sebagai komisaris. Jadi ada kongkalikong di sana yang menguntungkan diri sendiri,” kata Kuntadi menambahkan.
Tersangka KAM, selaku Dirkeu DP-4 memberikan persetujuan terkait pengeluaran dana untuk pembelian lahan dan penyertaan modal ke PT IU dan PT IP tersebut. Padahal, dikatakan Kuntadi, tersangka KAM selaku pengendali keuangan DP-4 mengetahui pengucuran dana untuk pembelian lahan dan penyertaan modal ke PT IU dan PT IP itu melawan hukum karena adanya peran EWI selaku komisaris pada dua perusahaan swasta tersebut.
“Dan diketahui, tersangka KAM juga mendapatkan keuntungan yang tidak sah dari pembelian dan penyertaan modal tersebut,” kata Kuntadi.
Tersangka US dan IS, selaku Manajer Investasi dan Staf Invetasi Sektor Ril di DP-4, merupakan pihak internal yang memberikan usulan agar DP-4 melakukan pembelian lahan dan penyertaan modal ke PT IU dan PT IP.
Keduanya itu pun mengetahui dalam pembelian tanah dan penyertaan modal ke pihak swasta tersebut, adanya tindakan melawan hukum yang dilakukan oleh tersangka EWI dan tersangka KAM. Sedangkan tersangka CAK, selaku Dewan Pengawas DP-4, juga turut menikmati keuntungan dari pembelian tanah, dan penyertaan modal di PT IU dan PT IP tersebut dengan memberikan hasil evaluasi, serta pengawasan yang sesuai dengan permintaan tersangka EWI, dan tersangka KAM.
Tersangka AHM, satu-satunya pihak swasta yang dijerat sangkaan dalam kasus ini. Kuntadi mengatakan, peran tersangka AHM merupakan pihak perantara dalam pembelian tanah untuk perumahan, rencana pembangunan PT IP, dan PT IU.
“Tersangka AHM juga mendapatkan fee secara tidak sah dalam pembelian tanah yang dilakukan di Depok, Jawa Barat, dan di Palembang, Sumatra Selatan,” kata Kuntadi.
Penyidik, menurut Kuntadi, sementara ini menjerat keenam tersangka dengan Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 juncto Pasal 18 UU 31/1999-20/2001 tentang Tindak Pidana Korupsi, juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUH Pidana.