REPUBLIKA.CO.ID, SINGAPURA -- Akhir tahun lalu, kontrak sewa apartemen Eva Teh di Singapura tengah sudah diperbarui. Wanita asal Singapura dan suaminya sudah memperkirakan sewa bulanan mereka naik. Hanya saja, mereka tidak sangka kenaikan sewa melonjak 60 persen.
"Kami segera pergi mencari apartemen lain. Apa yang kami temukan mengejutkan kami lagi, harga sewa melonjak," kata Teh kepada BBC, Selasa (16/5/2023).
Pikiran tidak mampu membayar sewa tempat tinggal membuat Teh takut. "Rasanya seperti kiamat," ujar Teh.
Ia mengatakan, tidak punya banyak pilihan selain bernegosiasi dengan pemilik hunian. Sekarang, mereka membayar 2.900 dolar Singapura (sekitar Rp 32,5 juta) sebulan untuk rumah satu kamar, naik dari 1.950 dolar Singapura (sekitar Rp 21,8 juta).
Untuk mengatasi kenaikan sewa, Teh mengaku harus bekerja lebih keras sehingga bisa menghasilkan lebih banyak uang. Pada bulan-bulan di mana pendapatannya tak dapat memenuhi kebutuhan, ia harus menggunakan tabungannya. "Untungnya, kami memiliki dana darurat untuk hari-hari seperti itu," kata Tehm
Harga sewa hunian yang melonjak telah menjadi masalah besar di negara Asia Tenggara. Sewa perumahan pribadi, yang naik tahun lalu dengan laju tercepat dalam lebih dari satu dekade, terus meningkat dalam beberapa bulan terakhir.
Harga naik di seluruh pasar properti Singapura. Harga sewa properti di blok perumahan umum dan rumah kelas atas, bahkan menanjak lebih tinggi.
Menurut konsultan real estate Knight Frank, Singapura sekarang memiliki sewa properti mewah yang naik paling cepat, menyalip New York, Amerika Serikat.
"Harga sewa melonjak karena pandemi menunda proyek pembangunan dan membawa lebih banyak penduduk lokal ke pasar," kata Dewan Perumahan dan Pembangunan (HDB) dan Otoritas Pembangunan Kembali Perkotaan (URA) Singapura.
Permintaan sewa juga meningkat karena non-penduduk kembali ke Singapura untuk bekerja di tengah pemulihan pascapandemi Covid-19. Apalagi, pasar persewaan hunian di Singapura telah lama didominasi oleh orang asing. Ini karena mayoritas 5,6 juta penduduk Singapura telah membeli rumah umum bersubsidi sewa panjang.
Secara tradisional, orang Singapura tidak akan meninggalkan rumah keluarga sampai mereka menikah, tetapi hal itu sekarang berubah. "Ada peningkatan kecenderungan generasi muda Singapura memilih untuk menyewa," kata Tan Tee Khoon dari portal real estate PropertyGuru.
Generasi muda Singapura kini ingin memiliki ruang sendiri dan hidup di antara komunitas yang berpikiran sama. Oleh karena itu, co-living menjadi pilihan yang lebih populer akhir-akhir ini.