REPUBLIKA.CO.ID, HIROSHIMA -- Berdiri di depan sebuah ruangan remang-remang di ruang bawah tanah Museum Peringatan Perdamaian Hiroshima, suara Teruko Yahata pecah ketika mengingat ketika dunianya berubah pada pagi 6 Agustus 1945.
"Tiba-tiba seluruh langit bersinar dan diterangi dalam warna putih kebiruan, seolah-olah langit telah menjadi satu lampu neon yang besar," kata perempuan berusia 85 tahun itu berbicara dalam bahasa Inggris kepada para turis Inggris di sebuah acara.
"Saya langsung jatuh ke tanah dan kehilangan kesadaran," ujarnya.
Yahata adalah hibakusha atau istilah yang merujuk pada orang yang selamat dari bom atom yang dijatuhkan di Kota Hiroshima oleh Amerika Serikat. Bom itu membunuh puluhan ribu orang seketika.
Sementara itu, pembicaraan melibatkan hibakusha telah menjadi fitur reguler dari situs peringatan kota, Yahata menonjol karena presentasinya dalam bahasa Inggris. Sosok yang berusia delapan tahun saat menyaksikan penghancuran nuklir di kampung halamannya itu mulai berkeliling dunia pada 2013.
Dalam perjalanan itu, Yahata memiliki misi untuk menceritakan kisahnya melalui seorang penerjemah, tetapi dia merasa pengalamannya kurang tersampaikan.
"Saya memiliki mimpi samar untuk belajar bahasa Inggris sehingga saya dapat berkomunikasi dengan kata-kata saya sendiri, dengan suara saya sendiri, kekuatan mengerikan dari bom atom yang mengerikan itu dan menghidupkan pengalaman saya sendiri tentang adegan tragis dan menyedihkan itu, dan kesedihan," katanya berbicara dalam bahasa Jepang.
Memutuskan untuk belajar bahasa Inggris, Yahata mulai mengambil kelas di sekolah pendidikan YMCA saat memasuki usia 80-an. Pada 2021, ia memberikan presentasinya secara eksklusif dalam bahasa Inggris.
Presentasi Yahata berasal dari naskah yang diterjemahkan oleh guru bahasa Inggrisnya yang dilatih dengan membaca bersama hingga rekaman yang dibuat oleh penutur asli. Naskah tercakup dalam catatan dan petunjuk tentang pengucapan dan intonasi yang benar.
Kemampuan bahasa Inggris Yahata sebagian besar terbatas pada membaca naskah, tetapi dampak dari kata-kata yang diucapkannya pada penonton tidak dapat disangkal. Kisah yang disampaikannya membuat beberapa orang menangis.
"Rasanya masih sangat nyata, ketika dia berbicara, dia membawanya seperti yang terjadi hari ini. Dia membuatmu merasa seperti itu," kata warga Inggris Denise Hickson yang berkunjung dari Bristol.
Perdana Menteri Jepang Fumio Kishida menjadi tuan rumah Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G7 di Hiroshima yang merupakan daerah asalnya mulai Jumat (19/5/2023). Dia diharapkan memberi tamunya tur ke tugu peringatan perdamaian dan meminta mereka bertemu dengan para penyintas bom atom, sebagai bagian dari upayanya untuk menyampaikan visi dunia yang bebas senjata nuklir.
Meskipun visi itu tampak lebih jauh sekarang dengan Rusia mengancam untuk melanjutkan uji coba nuklir dan negara tetangga Korea Utara mengembangkan persenjataan nuklirnya sendiri. Namun, harapan Yahata untuk para pemimpin G7 sangat tinggi.
"Saya ingin para pemimpin G7 membawa serta visi penghapusan senjata nuklir. Saya tidak ingin mereka hanya berbicara tentang cita-cita atau mengeluarkan resolusi tertulis. Saya ingin mereka mengambil langkah nyata pertama," ujar Yahata.