REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mantan pegawai KPK yang kini tergabung dalam IM57+ Institute memertanyakan motif di balik gugatan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nurul Ghufron ke Mahkamah Konstitusi (MK). Gugatan itu terkait perpanjangan masa jabatan pimpinan KPK selama setahun menjadi lima tahun.
Ghufron memang mengajukan uji materi Pasal 29 (e) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang 30 Tahun 2002 (UU KPK) soal batas umur minimal Pimpinan KPK. Tapi ternyata terdapat permohonan lain berupa perpanjangan masa jabatan dari 4 tahun menjadi 5 tahun atau berakhir pasca-Pemilu 2024.
"Permohonan tersebut diselipkan pada saat perbaikan permohonan mengenai batas umur minimal Pimpinan KPK. Kami mempertanyakan terdapat agenda apakah yang tersembunyi," kata Ketua IM57+ Institute, Muhammad Praswad Nugraha dalam keterangannya pada Selasa (16/5/2023).
IM57+ Institute memantau perpanjangan ini dilakukan secara tersembunyi tanpa adanya publikasi. Ghufron pun tidak pernah menyampaikan kepada publik secara terbuka selain dalam perbaikan permohonan dalam proses persidangan.
"Mengingat perpanjangan masa jabatan tersebut dilakukan tepat pada saat akan diselenggarakan pemilu 2024 sehingga wajar ketika publik bertanya-tanya mengenai alasan perpanjangan tersebut," ujar Praswad.
Praswad mengkhawatirkan gugatan Ghufron seolah melegitimasi asumsi publik soal posisi KPK sebagai alat politik di Pemilu 2024. "Jangan sampai dugaan digunakannya KPK sebagai alat politik semakin terverifikasi melalui upaya sistematis ini termasuk perpanjangan masa jabatan," ujar Praswad.
Selain itu, perpanjangan masa jabatan tersebut akan menguntungkan bukan hanya Nurul Ghufron tetapi seluruh pimpinan KPK, termasuk Firli Bahuri. Dalam beberapa kejadian belakangan mulai dari Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) sampai dengan dugaan rekayasa kasus memang berhubungan dengan Firli Bahuri. Sehingga Praswad menduga ada pihak lain di belakang Ghufron yang ngotot jabatannya ingin diperpanjang.
"Dugaan penggunaan KPK sebagai alat politik yang menyebabkan adanya pelaporan bukan hanya ke Dewas tetapi juga ke Kepolisian. Menjadi relevan untuk dipertanyakan siapakah sebenarnya yang mempunyai agenda ini," ujar Praswad.
Sebelumnya, Ghufron berdalih alasan meminta penambahan masa jabatan pimpinan KPK dari empat tahun menjadi lima tahun karena masa pemerintahan di Indonesia yang ditentukan dalam Pasal 7 UUD RI Tahun 1945 adalah lima tahun. Oleh karena itu, dia menilai seluruh periodisasi pemerintahan semestinya juga selaras dengan ketentuan itu.
Dia menilai, masa jabatan pimpinan KPK seharusnya juga disamakan dengan 12 lembaga non-kementerian atau auxiliary state body di Indonesia seperti Komnas HAM, KY, KPU. Ghufron lantas mengajukan uji materi ke MK sejak awal November 2022. Awalnya Ghufron mengajukan uji materi terhadap Pasal 29 Huruf (e) UU Nomor 19 Tahun 2019 mengenai persyaratan usia minimal pimpinan KPK 50 tahun. Kemudian, objek uji materi Pasal 34 UU Nomor 30 Tahun 2002 jo UU Nomor 19 Tahun 2019 menyoal masa periode pimpinan KPK.