Selasa 16 May 2023 19:05 WIB

Usulan Masa Jabatan Pimpinan KPK, Abraham Samad: Betapa Maruknya Ghufron

Usulan ini sarat akan konflik kepentingan atau conflict of interets

Rep: Flori Sidebang/ Red: Agus raharjo
Koalisi Masyarakat Sipil yang diantaranya diikuti oleh eks Pimpinan KPK Abraham Samad, Bambang Widjojanto, dan Saut Situmorang melaporkan Ketua KPK Firli Bahuri ke Dewan Pengawas (Dewas) KPK, Senin (10/4/2023). Laporan ini terkait dugaan pelanggaran etik yang dilakukan Firli.
Foto: Republika/Flori sidebang
Koalisi Masyarakat Sipil yang diantaranya diikuti oleh eks Pimpinan KPK Abraham Samad, Bambang Widjojanto, dan Saut Situmorang melaporkan Ketua KPK Firli Bahuri ke Dewan Pengawas (Dewas) KPK, Senin (10/4/2023). Laporan ini terkait dugaan pelanggaran etik yang dilakukan Firli.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mantan ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Abraham Samad angkat suara terkait usulan penambahan masa jabatan pimpinan KPK menjadi lima tahun. Menurut Samad, permintaan yang diajukan oleh Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron tersebut tidak etis.

"Ini yang dilakukan Nurul Ghufron tidak etis. Kenapa tidak etis? Karena yang diajukan itu untuk kepentingan pribadi, bukan untuk kepentingan kelembagaan. Di situ ketidakpantasannya," kata Samad saat dikonfirmasi, Selasa (16/5/2023).

Baca Juga

Samad menilai, Ghufron sepatutnya tidak mengajukan permintaan tersebut. Sebab, menurut dia, tindakan ini menunjukkan sifat rakus atau maruk atas kekuasaan.

"Ini akan memperlihatkan kita betapa kemaruknya Ghufron. Kemaruk dia ingin berkuasa terus. Harusnya kalau gugatan itu yang lebih revolusioner untuk kepentingan lembaga bukan untuk kepentingan dia, tapi ini semua dalil-dalilnya kan untuk kepentingannya. Makanya menurut saya, ini ciri-ciri orang yang kemaruk," jelas Samad.

Selain itu, Samad melanjutkan, masa jabatan pimpinan KPK selama empat tahun merupakan ciri khas yang membedakan. Sehingga tidak bisa disamakan dengan 12 lembaga lainnya.

"Ketika UU itu dibuat dengan masa jabatan empat tahun pasti itu ada pertimbangan filosofinya, sosiologinya, psikologinya. Itu sudah diperhitungkan sehingga menurut saya, itu kekhasan KPK dengan lembaga-lembaga lain," ujar dia.

Kalau menurut saya dalil yang dipakai Ghufron itu hanya ingin menguatkan dalil personalnya dia. Padahal sebenarnya ini kan untuk kepentingan pribadinya saja, tapi dia mendalilkan itu.

"Dia (Ghufron) lupa KPK punya kekhususan sebagai lembaga. Dia (KPK) pasti beda dong dengan lembaga-lembaga lain. Kenapa harus dipaksakan sama?" tambah dia menjelaskan.

Samad kembali menekankan bahwa usulan ini sarat akan konflik kepentingan atau conflict of interets. Oleh karena itu, menurut dia, Mahkamah Konstitusi (MK) tidak perlu mengabulkan gugatan yang diajukan Ghufron.

"Menurut hemat saya, yang diajukan Ghufron itu kalau memang MK-nya berpikir progresif dan semata-mata ingin menyelamatkan pemberantasan korupsi dan kelembagaan KPK, maka gugatan seperti ini harus ditolak," tutur dia.

Sebelumnya, Nurul Ghufron mengungkapkan alasan dirinya meminta penambahan masa jabatan pimpinan KPK dari empat tahun menjadi lima tahun. Ghufron mengatakan masa pemerintahan di Indonesia yang ditentukan dalam Pasal 7 Undang-Undang Dasar (UUD) Negara RI Tahun 1945 adalah lima tahun.

Oleh karena itu, dia menilai seluruh periodisasi pemerintahan semestinya juga selaras dengan ketentuan itu. "Citra hukum, sebagaimana dalam Pasal 7 UUD 1945, masa pemerintahan di Indonesia adalah lima tahunan; sehingga semestinya seluruh periodisasi masa pemerintahan adalah lima tahun," kata Ghufron saat dikonfirmasi di Jakarta, Selasa (16/5/2023).

Dia menilai, masa jabatan pimpinan KPK seharusnya juga disamakan dengan 12 lembaga non-kementerian atau auxiliary state body di Indonesia. Jika hal itu tidak disamakan, lanjutnya, maka berpotensi melanggar prinsip keadilan.

"Misalnya Komnas HAM, ORI, KY, KPU, Bawaslu,dan lain-lain, semuanya lima tahun;karenanya, akan melanggar prinsip keadilan sebagaimana Pasal 27 dan Pasal 28D UUD 1945 (inkonstitusional) jika tidak diperbaiki atau disamakan," tambahnya.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement