REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mantan wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Saut Sitomorang mensinyalir ada motif politik di balik uji materiil yang dilakukan Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron ke Mahkamah Konstitusi (MK). Gugatan tersebut menyoal perpanjangan masa jabatan pimpinan KPK selama setahun menjadi lima tahun.
Saut memandang sulit bagi publik untuk tak mengaitkan isu perpanjangan masa jabatan pimpinan KPK dengan Pemilu 2024. Meski pun jadwal Pemilu 2024 sudah keluar sebelum gugatan itu diajukan ke MK.
"Kalau masuk situasi 2024, itu sudah sangat common sense (masuk akal) lah, nggak mungkin nggak ada kaitannya dengan itu," kata Saut kepada Republika.co.id, Selasa (16/5/2023).
Saut mengamati uji materiil yang dilakukan Ghufron makin menunjukkan jati diri pimpinan KPK saat ini yang haus kekuasaan. Padahal mereka duduk di lembaga anti korupsi yang mestinya bisa berjarak dengan syahwat kekuasaan.
"Ini jadi sisi lain, gambaran lain, yang mereka sendiri tunjukkan sangat politis untuk bicara kekuasaan yang padahal kekuasaan itu cenderung korup kalau bicara pemberantasan korupsi," ujar Saut.
Saut merasa tindakan Ghufron juga seakan mengonfirmasi niatan pimpinan KPK tak sekadar memberantas korupsi di Tanah Air. Mereka seolah mengejar agenda tersendiri di luar pemberantasan korupsi.
"Ini semakin mempertegas ada isu-isu yang di luar kompetensi mereka sebagai badan pemberantasan korupsi," ujar Saut.
Oleh karena itu, Saut memercayakan para hakim MK untuk mengambil putusan terbaik atas uji materiil tersebut. Ia berharap hakim MK punya landasan kuat guna menjegal akrobat hukum yang dilakukan Ghufron.
"Kita lihat nanti sejauh apa logika dan argumentasi, nalar hukum dari MK untuk menolak seluruhnya atau bagaimana," ucap Saut.
Sebelumnya, Ghufron berdalih alasan meminta penambahan masa jabatan pimpinan KPK dari empat tahun menjadi lima tahun karena masa pemerintahan di Indonesia yang ditentukan dalam Pasal 7 UUD RI Tahun 1945 adalah lima tahun. Oleh karena itu, dia menilai seluruh periodisasi pemerintahan semestinya juga selaras dengan ketentuan itu.
Dia menilai, masa jabatan pimpinan KPK seharusnya juga disamakan dengan 12 lembaga non-kementerian atau auxiliary state body di Indonesia seperti Komnas HAM, KY, KPU. Ghufron lantas mengajukan uji materi ke MK sejak awal November 2022.
Awalnya Ghufron mengajukan uji materi terhadap Pasal 29 Huruf (e) UU Nomor 19 Tahun 2019 mengenai persyaratan usia minimal pimpinan KPK 50 tahun. Kemudian, objek uji materi Pasal 34 UU Nomor 30 Tahun 2002 jo UU Nomor 19 Tahun 2019 menyoal masa periode pimpinan KPK.