REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menceritakan saat awal masih menjabat Wakil Menteri BUMN dan membidangi kefarmasian tatkala Covid-19 mulai masuk ke Indonesia. Menurut dia, ada banyak kesulitan mencari antivirus dan pengembangannya serta penanganan Covid-19 di Indonesia saat itu.
Ia pun tak menampik ada beberapa antivirus yang mulai digunakan bertahap dalam penanganan Covid-19 seperti Oseltamivir. “Lalu saya diinformasikan ada avigan, cuman itu merek dari Fuji yang kita tahu namanya Favipiravir. Kita tenteng itu pake diplomatik bag, dan ternyata kita tahu itu lebih efektif,” kata Budi dalam dalam acara Forum Nasional Hilirisasi dan Peningkatan Penggunaan Sediaan Farmasi Dalam Negeri di Jakarta, Selasa (16/5/2023).
Lambat laun, muncul banyak antivirus lainnya seperti Remdesivir hingga yang terbaru kini Nirmatrelvir atau Ritonavir. Menurut Budi, bukan hanya pencarian antivirus yang sulit, ketiadaan bahan baku pada awal pandemi di Indonesia juga menjadi tantangan dan menyebabkan banyak korban meninggal karena kesulitan kondisi industri obat berbasis kimia di Indonesia yang tertinggal.
“Bahan baku ada di China tapi ga bisa dikejar karena China duluan Lockdown. Akhirnya saya cari ada di India, cuman gaada di New Delhi atau Mumbai yang masih ada penerbangan. Akhirnya kita carter pesawat Garuda saat itu,” jelas dia.
Dengan adanya kesulitan di awal-awal pandemi, Budi berharap ada perbaikan eksosistem industri obat dari hulu hingga hilir. Apalagi, kata dia, Indonesia nyatanya jauh tertinggal bahkan dibanding India yang lebih maju dalam industri obat. “Dari situ saya kenal industri obat India itu cepat sekali. Di Indonesia belum ada, di sana sudah produksi, di Indonesia masih ada masalah paten, di sana sudah bisa diselesaikan,” kata di.
Sebab itu, dengan banyaknya perbandingan dan pengalaman di industri kimia, dia mengajak semua pihak untuk membantu berbagai tantangan, khususnya membangun eksositem. Dia berharap, jika ada hal paten atau ketahanan kesehatan yang perlu diperbaiki, bisa diselesaikan secepatnya.
Menurut Budi, kesulitan obat berbasis kimia di Indonesia dipastikan tidak hanya terjadi pada antivirus saja, melainkan obat-obat lain yang dimungkinkan demikian. Karena itu, mengantisipasi hal serupa, khususnya pola pandemi setiap 100 atau 50 tahun sekali, dia menegaskan perlunya iklim industri obat dan sistem yang lebih baik.
“Yuk bangun ekosistemnya, bangun dan lihat masalah di mana agar industri obat ini bisa dibangun di Indonesia dari hulu ke hilir, untuk ketahanan kesehatan kita,” ucap dia.