Rabu 17 May 2023 05:31 WIB

Masa Berlaku SIM Digugat ke MK, Haruskah Seumur Hidup Seperti KTP?

UU LLAJ digugat ke MK oleh seorang advokat bernama Arifin Purwanto.

Sejumlah warga antre untuk membuat Surat Izin Mengemudi (SIM) di mobil Pelayanan SIM Keliling di Taman Kota, Kota Gorontalo, Gorontalo, Selasa (10/5/2022). Aturan masa berlaku SIM selama lima tahun di UU LLAJ tengah digugat ke MK. (ilustrasi)
Foto: ANTARA/Adiwinata Solihin
Sejumlah warga antre untuk membuat Surat Izin Mengemudi (SIM) di mobil Pelayanan SIM Keliling di Taman Kota, Kota Gorontalo, Gorontalo, Selasa (10/5/2022). Aturan masa berlaku SIM selama lima tahun di UU LLAJ tengah digugat ke MK. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Rizky Suryarandika

Ketentuan mengenai masa berlaku Surat Izin Mengemudi (SIM) digugat ke Mahkamah Konstitusi (MK) oleh advokat, Arifin Purwanto. Arifin keberatan karena masa berlaku SIM harus diperpanjang setiap lima tahun sekali. 

Baca Juga

Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UU LLAJ), setiap pengendara wajib memiliki SIM. Arifin menguji Pasal 85 ayat (2) UU LLAJ yang menyatakan, "Surat Izin Mengemudi berlaku selama 5 tahun dan dapat diperpanjang". Arifin merasa dirugikan kalau harus memperpanjang SIM setelah masa berlakunya habis, yakni lima tahun.

"Setiap perpanjangan SIM, misalnya lima tahun yang lalu saya mendapatkan SIM setelah itu lima tahun habis saya akan memperpanjang kedua. Ini nomor serinya berbeda, Yang Mulia," kata Arifin dalam risalah persidangan di MK yang dikutip Republika pada Selasa (16/5/2023). 

Arifin menuding masa berlaku SIM selama lima tahun tidak memiliki dasar hukumnya dan tidak jelas tolak ukurnya berdasarkan kajian dari mana. Arifin turut memaparkan kerugiannya harus mengeluarkan uang, tenaga dan waktu untuk proses memperpanjang masa berlakunya SIM. 

"Di sini tidak ada kepastian hukum dan kalau terlambat semuanya harus mulai dari baru dan harus diproses. Tentu berbanding terbalik dengan KTP. Jadi kalau KTP langsung dicetak," ujar Arifin. 

Arifin juga menyoroti kesulitan pengendara kendaraan bermotor yang akan memiliki SIM dalam menjalani ujian teori dan praktik. Padahal, hasil ujian teori tidak ditunjukkan mana jawaban yang benar dan mana yang salah, tetapi hanya diberi tahu kalau tidak lulus ujian teori. Arifin menduga tolok ukur materi ujian teori dan praktik tidak jelas dasar hukumnya.

"Apa sudah berdasarkan kajian dari lembaga yang berkompeten dan sah serta memiliki kompetensi dengan materi ujian tersebut. Hal ini jelas bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945," ucap Arifin. 

Selain itu, Arifin mengeluhkan tidak pernah ada pelajaran teori ataupun praktik tentang lalu lintas dan angkutan jalan dari lembaga yang berkompeten. Sehingga, menurut dia, seseorang yang ingin memperoleh SIM justru langsung menghadapi ujian tanpa belajar. 

"Pengendara yang mencari SIM sering tidak lulus. Karena tidak adanya dasar hukum yang jelas, kondisi ini sering kali dimanfaatkan oleh oknum-oknum tertentu, misalnya calo," ucap Arifin. 

Berdasarkan alasan-alasan tersebut, Arifin meminta MK untuk mengabulkan permohonan dan menyatakan Pasal 85 ayat (2) UU LLAJ bertentangan dengan UUD 1945.

MK telah menggelar sidang pengujian UU LLAJ tersebut pada Rabu (10/5/2023) dengan agenda Pemeriksaan Pendahuluan. Sidang perkara Nomor 42/PUU-XXI/2023 itu dipimpin oleh Hakim Konstitusi M. Guntur Hamzah. MK kini menunggu perbaikan permohonan dari Arifin paling lambat pada Selasa 23 Mei 2023.

 

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement