REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Wakil Ketua MPR Lestari Moerdijat (Ririe) meminta DPR dan pemerintah membuka lebar ruang partisipasi publik terkait pembahasan Rancangan Undang-Undang Kesehatan. Ririe mengingatkan, ada sejumlah pasal yang dinilai problematik dan belum memenuhi harapan publik.
Ia menegaskan, pasal-pasal ini harus dicarikan solusi melalui diskusi yang konstruktif dengan para pemangku kepentingan dan masyarakat. Tujuannya, dapat terwujud sistem kesehatan nasional yang mampu menjadi instrumen perlindungan dan kepastian pemenuhan kesehatan masyarakat yang lebih baik lagi.
Legislator dari Dapil II Jawa Tengah ini menegaskan, RUU Kesehatan harus mampu manjadi dasar membangun sistem kesehatan nasional yang mewujudkan instrumen perlindungan dan kepastian pemenuhan hak kesehatan masyarakat. "RUU Kesehatan harus mampu menjadi landasan bangsa ini mewujudkan sistem pelayanan kesehatan yang mampu melindungi dan melayani masyarakat dengan lebih baik," kata Ririe dalam keterangan, Rabu (17/5/2023).
Menurut Ririe, penataan pelayaan kesehatan sebaiknya bertolak dari ragam peristiwa yang melibatkan tenaga kesehatan dan pasien dalam mekanisme pengobatan di negeri ini. Anggota Majelis Tinggi Partai Nasdem ini menilai, pelayanan kesehatan, harus berorientasi pada tahapan pengobatan yang mengedepankan keselamatan manusia.
Juru Bicara Kementerian Kesehatan, Mohammad Syahril mengaku setidaknya ada dua isu penting terkait RUU Kesehatan. Yaitu terkait urgensi lahirnya RUU Kesehatan dan sejumlah isu yang berkembang di masyarakat terkait pasal-pasal yang ada dalam RUU tersebut. Syahril mengeklaim, lahirnya RUU Kesehatan untuk mendukung transformasi kesehatan di Indonesia.
Ia mengeklaim, Kemenkes sudah melakukan 79 kegiatan dengar pendapat dengan para pemangku kepentingan pada 13-26 Maret 2023. Sejumlah pasal yang tertuang pada RUU Kesehatan, tambah Syahril, bertujuan menciptakan layanan yang fokus pada upaya mencegah orang sehat menjadi sakit.
Selain itu, juga transformasi layanan agar memermudah masyarakat mendapat layanan kesehatan yang berkualitas. Kemenkes mengakui, saat ini layanan kesehatan belum merata. RUU Kesehatan juga diklaim bertujuan meningkatkan kemandirian nasional di sektor farmasi dan alat kesehatan.
Ketua Umum PPNI, Harif Fadhillah menilai polemik terkait RUU Kesehatan yang berkembang di masyarakat bukan karena tumpang tindih terkait pasal-pasal yang ada. Menurutnya, hal ini terjadi karena kurangnya sosialisasi dan pengetahuan tentang RUU tersebut. Harif menegaskan, bahwa UU Nomor 38 tahun 2014 tentang Keperawatan sudah sangat efektif mengatur dan menjadi landasan hukum yang harmonis bagi profesi keperawatan.
"Kalau UU Keperawatan itu dicabut gantinya apa lagi?" ujarnya.
Menurut Harif, RUU Kesehatan justru melemahkan sejumlah aspek regulasi keperawatan. Sebab, di dalam RUU Kesehatan hanya ada satu pasal yang terkait keperawatan. Ia menegaskan, RUU Kesehatan, lebih banyak regulasi terkait profesi dokter.