REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pimpinan KPK mengajukan judicial review atas perubahan masa jabatan mereka. Mereka merasa KPK seperti lembaga-lembaga dalam rumpun eksekutif lain sudah seharusnya memiliki periodisasi masa pemerintahan.
Anggota Komisi III DPR RI, Arsul Sani, mengatakan, masa jabatan pimpinan yang sudah diatur dalam Undang-Undang (UU) KPK sudah tepat. Bahkan, ia berpendapat, masa jabatan pimpinan KPK sebenarnya cukup tiga tahun.
"Kalau perlu dikurangi. Menurut saya, jangan empat tahun, cukup tiga tahun saja pimpinan KPK yang akan datang," kata Arsul, Kamis (18/5).
Arsul mengingatkan, semakin lama suatu masa jabatan maka potensi penyalahgunaan kekuasaan otomatis semakin besar. Karena itu, ia merasa wajar jika masa jabatan pimpinan KPK berbeda dengan lembaga lainnya.
Apalagi, ia menerangkan, kewenangan itu dilengkapi dengan upaya-upaya paksa. Politisi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) itu berpendapat, jika semakin lama menjabat, potensi seseorang untuk melakukan abuse of power semakin tinggi.
Sebab, lanjut Arsul, ada kekhususan yang melekat kepada komisioner KPK. Antara lain kewenangan penangkapan, penahanan, penggeledahan, hingga penyitaan. Maka itu, masa jabatan pimpinan KPK dibuat lebih pendek.
"Karena ada perbedaan, ada kekhususan yang melekat kepada pejabat negara yang bernama komisioner KPK, itulah makanya undang-undang kemudian membedakan, lebih pendek," ujar Arsul.
Sebelumnya, Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron mengajukan permohonan uji materi atau judicial review UU KPK terkait masa jabatan pimpinan KPK ke Mahkamah Konstitusi (MK). Diawali gugatan soal batas usia pimpinan KPK.
Setelah itu, Ghufron mengajukan permohonan dengan mempermasalahkan masa jabatan empat tahun pimpinan KPK. Terlebih, Ghufron yang jabatannya berakhir tahun ini, membenarkan ingin maju kembali sebagai pimpinan KPK.