REPUBLIKA.CO.ID, MALANG -- Hampir sebagian besar masyarakat Indonesia menyukai mi instan. Namun tak dimungkiri, terdapat anggapan bahwa mengonsumsi mi instan kurang baik bagi tubuh, bahkan membahayakan diri.
Dosen Ilmu Teknologi Pangan Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), Devi Dwi Siskawardani, mengingatkan ada beberapa hal yang harus diwaspadai saat mengonsumsi penganan mi instan. Hal ini terutama terhadap orang Indonesia yang mengonsumsi mi dicampur dengan nasi.
Menurut Devi, cara mengonsumsi seperti tersebut membahayakan kesehatan. Hal ini karena bahan baku mi instan tinggi akan karbohidrat dan gula.
"Mengonsumsinya terlalu banyak akan meningkatkan risiko beberapa penyakit seperti tekanan darah tinggi, diabetes, sakit kepala, gangguan hati, bahkan obesitas,” katanya.
Selain itu, bumbu mi instan juga terdapat kandungan monosodium glutamat (MSG) yang tinggi. Jika dikonsumsi berlebihan, akan menyebabkan penyakit pada tubuh. Maka itu, ia menyarankan agar masyarakat tidak menuang semua bumbunya.
Ia merekomendasikan masyarakat untuk menambahkan bumbu-bumbu alami. Misalnya, dengan menambah bawang-bawangan. Masyarakat juga dapat menambahkan sayuran dan daging agar dapat memenuhi kebutuhan gizi.
Devi pun menyarankan saat mengolah mi instan agar air rebusan pertama sebaiknya dibuang. Ia melarang untuk mencampurkan air rebusan langsung dengan bumbu. Langkah ini bertujuan agar kandungan bahan kimia pada mi instan tidak masuk ke dalam tubuh.
Selain itu, intensitas mengonsumsi mi instan juga tidak boleh terlalu sering. "Maksimal dua kali dalam sepekan,” kata dia menambahkan.
Devi juga menyebut beberapa inovasi makanan termasuk mi instan yang lebih sehat, yakni dengan mengurangi kadar dari bahan kimia tertentu. Misalnya, jumlah kalorinya yang lebih rendah, tidak memakai MSG, hingga menggunakan pewarna alami dengan memanfaatkan sayuran ataupun buah-buahan.
Walaupun diklaim sehat, konsumsinya juga harus disesuaikan dengan kebutuhan tubuh. Menurut dia, saat ini inovasi pembuatan mi instan sangat beragam.
Ada yang dibuat dari umbi-umbian, tahu, dan lain sebagainya. Ada pula berbahan baku daun kelor yang bertujuan menghasilkan antioksidan.