Jumat 19 May 2023 07:16 WIB

Ebrahim Raisi: Iran tak Pernah Anggap Saudi Musuh

Raisi mempertegas keinginan Iran untuk membangun kembali hubungan dengan Saudi.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Esthi Maharani
Presiden Iran Ebrahim Raisi mengatakan, negaranya tak pernah menganggap Arab Saudi sebagai musuh. Hal itu diungkapkan dalam pertemuannya dengan Perdana Menteri Pakistan Shehbaz Sharif
Foto: AP
Presiden Iran Ebrahim Raisi mengatakan, negaranya tak pernah menganggap Arab Saudi sebagai musuh. Hal itu diungkapkan dalam pertemuannya dengan Perdana Menteri Pakistan Shehbaz Sharif

REPUBLIKA.CO.ID, TEHERAN – Presiden Iran Ebrahim Raisi mengatakan, negaranya tak pernah menganggap Arab Saudi sebagai musuh. Kedua negara tersebut diketahui telah sepakat melakukan rekonsiliasi pada Maret lalu.

“Kami tidak pernah menganggap Arab Saudi sebagai musuh kami. Berdasarkan kebijakan berprinsip Republik Islam Iran, kami menganggap rezim Zionis (Israel) sebagai musuh bersama dunia Islam,” kata Raisi dalam pertemuannya dengan Perdana Menteri Pakistan Shehbaz Sharif, Kamis (18/5/2023), dikutip laman Al Arabiya.

Baca Juga

Pernyataan Raisi tersebut seolah mempertegas keinginan Iran untuk membangun kembali hubungan dengan Saudi. Awal bulan ini, Menteri Luar Negeri (Menlu) Iran Hossein Amirabdollahian mengungkapkan, Saudi sudah memperkenalkan duta besar barunya untuk Iran. Dia mengatakan, Iran pun akan segera menunjuk duta besar baru untuk Riyadh.

Pada 6 April lalu, Amirabdollahian bertemu dengan Menlu Arab Saudi Pangeran Faisal bin Farhan di Beijing, Cina. Itu merupakan pertemuan perdana mereka sejak Saudi-Iran sepakat melakukan rekonsiliasi. Perjanjian rekonsiliasi yang dimediasi Cina itu dikenal sebagai Beijing Agreement.

Dalam pertemuan tersebut, Pangeran Faisal dan Amirabdollahian membahas langkah lanjutan yang bakal diambil kedua negara setelah menjalin rekonsiliasi.

“Kedua belah pihak menyatakan aspirasi mereka untuk mengintensifkan pertemuan konsultasi dan membahas cara kerja sama guna mencapai prospek hubungan yang lebih positif, mengingat sumber daya alam dan potensi ekonomi yang dimiliki kedua negara, serta peluang besar untuk mencapai keuntungan bersama,” kata mereka dalam sebuah pernyataan bersama.

Saudi dan Iran juga sepakat meningkatkan kerja sama di setiap bidang yang tidak hanya akan memberi keuntungan timbal balik, tapi turut membantu menciptakan keamanan serta stabilitas di kawasan. Kantor Saudi Press Agency (SPA) melaporkan, dalam pertemuannya, Pangeran Faisal dan Amirabdollahian turut menyepakati pembukaan kembali kedutaan besar mereka di negara satu sama lain dalam waktu 60 hari.

Pangeran Faisal dan Amirabdollahian turut menyampaikan terima kasih kepada Cina karena telah menjadi mediator dalam proses rekonsiliasi kedua negara. “Menyatakan terima kasih dan penghargaan kepada pihak Cina yang telah menjadi tuan rumah pertemuan ini,” kata Pangeran Faisal dan Amirabdollahian dalam pernyataan bersamanya.

Pada 10 Maret lalu, Iran dan Arab Saudi mengumumkan pemulihan hubungan diplomatik antara kedua negara. Kesepakatan itu tercapai setelah perwakilan Teheran dan Riyadh menggelar pembicaraan di Beijing. Negeri Tirai Bambu bertindak sebagai mediator dalam proses tersebut.

Saudi memutuskan hubungan diplomatiknya dengan Iran pada 2016. Langkah itu diambil setelah Kedutaan Besar Arab Saudi di Teheran digeruduk dan dibakar massa pengunjuk rasa. Penggerudukan itu terjadi saat warga Iran berdemonstrasi memprotes keputusan Saudi mengeksekusi mati ulama Syiah bernama Nimr al-Nimr.

 

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَمَا تَفَرَّقُوْٓا اِلَّا مِنْۢ بَعْدِ مَا جَاۤءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًاۢ بَيْنَهُمْۗ وَلَوْلَا كَلِمَةٌ سَبَقَتْ مِنْ رَّبِّكَ اِلٰٓى اَجَلٍ مُّسَمًّى لَّقُضِيَ بَيْنَهُمْۗ وَاِنَّ الَّذِيْنَ اُوْرِثُوا الْكِتٰبَ مِنْۢ بَعْدِهِمْ لَفِيْ شَكٍّ مِّنْهُ مُرِيْبٍ
Dan mereka (Ahli Kitab) tidak berpecah belah kecuali setelah datang kepada mereka ilmu (kebenaran yang disampaikan oleh para nabi) karena kedengkian antara sesama mereka. Jika tidaklah karena suatu ketetapan yang telah ada dahulunya dari Tuhanmu (untuk menangguhkan azab) sampai batas waktu yang ditentukan, pastilah hukuman bagi mereka telah dilaksanakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang mewarisi Kitab (Taurat dan Injil) setelah mereka (pada zaman Muhammad), benar-benar berada dalam keraguan yang mendalam tentang Kitab (Al-Qur'an) itu.

(QS. Asy-Syura ayat 14)

Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement