REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- DPRD DIY menilai adanya kasus penyalahgunaan tanah kas desa (TKD) dikarenakan adanya pembiaran dalam pengawasan. Hal ini disampaikan Ketua Komisi A DPRD DIY, Eko Suwanto, terkait banyaknya ditemukan kasus penyalahgunaan TKD di DIY.
"Soal banyaknya pelanggaran atau penyalahgunaan TKD saat ini, sudah bukan hal yang baru. Saya melihat ada pembiaran atas proses ini dan harus dicari tahu siapa yang bertanggung jawab," kata Eko.
Seperti kasus penyalahgunaan TKD di Kelurahan Caturtunggal, Depok, Kabupaten Sleman yang dilakukan oleh PT Deztama Putri Sentosa. Dalam kasus ini, lurah Caturtunggal berinisial AS sudah ditetapkan sebagai tersangka atas perkara korupsi penyalahgunaan TKD karena melakukan pembiaran terhadap penyimpangan pemanfaatan TKD yang dilakukan PT Deztama Putri Sentosa
Eko menyebut bahwa terkait TKD sendiri sudah diatur, baik dalam Perdais Pertanahan maupun Pergub DIY yang mengatur pemanfaatan TKD. Menurutnya, perlu dilakukan sosialisasi yang masif terkait dengan aturan pemanfaatan TKD ini, mengingat masih banyak ditemukannya penyalahgunaan TKD.
"Mengapa hal ini terjadi perlu didiskusikan, apakah sosialisasi kurang, dan apakah seluruh perangkat di DIY sudah mengetahui pergub pemanfaatan TKD. Saya kita ini menjadi tanggung jawab Dinas Pertanahan dan Tata Ruang (PTR) yang secara efektif dan masif melakukan sosialisasi peraturan pemanfaatan TKD," ujar Eko.
Ia menekankan ada beberapa aspek penting dalam pemanfaatan TKD ini. Pertama, yakni aspek substansi yang mempunyai beberapa tujuan pemanfaatan TKD, di antaranya pengembangan kebudayaan, kemudian kepentingan sosial, kesejahteraan masyarakat, dan mendukung penyelenggaraan pemerintahan desa.
Untuk mengukur pemanfaatan TKD, lanjutnya, pertama harus diukur dari aspek tujuannya. Dengan begitu, tidak semata-mata pelanggaran administrasi, tetapi ada ketidaksesuaian pemanfaatan dengan amanah Pergub Pemanfaatan TKD itu sendiri.
Dari aspek administrasi, juga dinilai tidak kalah penting. Salah satu klausul pemanfaatan TKD, katanya, harus ada izin kesultanan atau kadipaten. Dalam hal ini, Eko menegaskan bahwa Dinas PTR harus jujur dan terbuka terkait data asal usul TKD di masing-masing desa.
Untuk itu, yang harus dilakukan adalah mengintensifkan sosialisasi pemanfaatan TKD. Dinas PTR DIY harus bekerja sama dengan Dinas PTR di kabupaten/kota. Setiap perangkat, katanya, setidaknya diberikan bantuan buku saku perihal TKD, mulai dari prosedur pemanfaatan dan lain-lain.
"Dari aspek hukum, saya kira pesan Pak Gubernur sudah sangat jelas, laksanakan perda dan pergub sebaiknya-baiknya. Jika ditemukan pelanggaran di lapangan yang menjadi kewenangan Pemda DIY melalui Satpol PP DIY, Komisi A akan memberikan dukungan penuh melakukan penegakan perda dan pergub," jelas Eko.
"Apakah itu cukup? Tidak, harus bersinergi dengan OPD lainnya di antaranya instansi yang mengurusi perizinan dan duduk bareng mencari solusi," tambahnya.
Lebih lanjut, Eko juga menegaskan bahwa koordinasi antar OPD juga harus diperkuat. Selanjutnya, dalam penegakan hukum juga dikatakan tidak bisa dilakukan oleh Pemda DIY sendiri, namun harus mendapatkan dukungan dari aparat penegak hukum.
Begitu pun dengan pelibatan masyarakat yang juga dinilai penting. Untuk itu, perlu dilakukan sosialisasi menyeluruh dan penyusunan SOP perizinan yang kuat terkait pemanfaatan TKD ini. Dengan adanya kepastian hukum, diharapkan tidak terjadi pelanggaran terkait TKD.
"Prinsipnya, mari kita kembalikan TKD sesuai dengan tujuannya tanpa harus ada kegaduhan. Kita juga mohon dukungan masyarakat agar perda dan pergub pemanfaatan TKD bisa kokoh, dan perangkat desa juga menjadi bagian penting dari konsolidasi ini. Sehingga sosialisasi menjadi suatu keharusan yang sangat mendesak," terang Eko.