Jumat 19 May 2023 19:43 WIB

KPK Akui Sekarang Manfaatkan LHKPN untuk Bangun Suatu Penyidikan Kasus Korupsi

Masyarakat juga dapat mengakses LHKPN secara terbuka melalui situs e-LHKPN.

Rep: Flori Sidebang/ Red: Andri Saubani
Kepala Dinas Kesehatan (Kadinkes) Provinsi Lampung Reihana (kedua kiri) berjalan usai menjalani klarifikasi Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Senin (8/5/2023). KPK mengakui sekarang memanfaatkan LHKPN untuk membangun penyidikan suatu kasus korupsi.
Foto: ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra
Kepala Dinas Kesehatan (Kadinkes) Provinsi Lampung Reihana (kedua kiri) berjalan usai menjalani klarifikasi Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Senin (8/5/2023). KPK mengakui sekarang memanfaatkan LHKPN untuk membangun penyidikan suatu kasus korupsi.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengaku kini telah memanfaatkan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN). Laporan kekayaan milik para pejabat ini digunakan sebagai salah satu sarana untuk membangun penyidikan kasus dugaan korupsi.

"Sekarang LHKPN menjadi salah satu sarana KPK membangun sebuah case (kasus). Apalagi kemudian kalau juga didukung oleh informasi masyarakat," kata Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata di Jakarta, Jumat (19/5/2023).

Baca Juga

Alex mengatakan, masyarakat dapat mengakses LHKPN secara terbuka melalui situs e-LHKPN. Menurut dia, melalui keterbukaan akses tersebut, publik bisa membandingkan gaya hidup para pejabat dengan laporan kekayaan yang disampaikan ke KPK.

"Kami sangat berterima kasih kalau masyarakat memberitahukan terkait dengan harta kekayaan penyelenggara negara yang tidak dilaporkan dalam LHKPN," jelas Alex.

Alex mengungkapkan, KPK juga sudah berkirim surat ke berbagai lembaga dan kementerian mengenai kepatuhan penyampaian LHKPN. Sebab, dia menjelaskan, masih banyak instansi yang tingkat kepatuhannya belum 100 persen.

"Banyak penyelenggara negara yang belum menyampaikan LHKPN. Yang sudah melaporkan LHKPN saja itu belum tentu data di dalamnya benar. Apalagi yang sama sekali belum melaporkan," ungkap dia.

Oleh karena itu, sambung Alex, kepatuhan penyampaian LHKPN harus menjadi perhatian seluruh pihak. Terlebih, kata dia, salah satu kewajiban pejabat adalah melaporkan harta kekayaannya.

KPK juga berharap agar para pemimpin di masing-masing instansi dapat memberikan sanksi yang tegas kepada anak buahnya yang tidak melaporkan LHKPN. "Misalnya, dicopot dari jabatannya. Harus ada ketegasan itu. Jangan disertakan dalam promosi, mutasi. Itu kan salah satu bentuk sanksi juga kalau ternyata ada penyelenggara negara tidak patuh menyampaikan LHKPN," tutur Alex.

Sebelumnya, KPK telah mengklarifikasi LHKPN milik sejumlah pejabat. Langkah ini dilakukan setelah mereka kerap memamerkan gaya hidup mewah di media sosial dan menjadi sorotan publik.

Deputi Pencegahan dan Monitoring KPK Pahala Nainggolan mengungkapkan, ada lima pejabat yang status pemeriksaan LHKPN-nya telah ditingkatkan ke tahap penyelidikan. Mereka adalah Kepala Bea Cukai Yogyakarta Eko Darmanto, Kepala Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Madya Jakarta Timur Wahono Saputro, dan Kepala Badan Pertanahan Negara (BPN) Jakarta Timur Sudarman Harjasaputra.

Sementara itu, dua pejabat lainnya, yakni eks pejabat Ditjen Pajak Kementerian Keuangan, Rafael Alun Trisambodo dan mantan Kepala Bea Cukai Makassar Andhi Pramono pemeriksaannya telah berada di tahap penyidikan. Keduanya kini ditetapkan sebagai tersangka dugaan gratifikasi. Bahkan, Rafael juga sudah disangkakan dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU).

"Jadi lima (pejabat) yang sudah naik penyelidikan dari (pemeriksaan) LHKPN," ujar Pahala di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Jumat (5/5/2023).

 

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement