REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) Didid Noordiatmoko mengatakan bahwa pemerintah akan mewajibkan 10 persen dari ekspor minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO) diperdagangkan dalam bursa berjangka komoditi atau yang dikenal dengan bursa CPO.
Didid menyampaikan bahwa hal ini merupakan terobosan atau inovasi Kementerian Perdagangan (Kemendag) dalam meningkatkan kinerja ekspor CPO dan pendapatan negara melalui pajak ekspor. Ini juga sejalan dengan mandat UU No. 32/1997 tentang Perdagangan Berjangka Komoditi sebagaimana telah diubah dengan UU No.10/2011.
"Waktu itu kami punya tiga alternatif kebijakan, semua masuk bursa baik CPO dan turunannya, kemudian yang akan masuk hanya ekspor saja. Sekarang kami sudah mengerucutkan yang akan masuk bursa CPO hanya yang ekspor saja," ujar Didid dalam konferensi pers Ekspor CPO di Jakarta, Jumat (19/5/2023).
Sebagai ilustrasi, Didid menjelaskan bahwa tahun lalu produksi CPO dan turunannya mencapai 50 juta ton, di mana 30 juta ton untuk diekspor dan 20 juta ton untuk dalam negeri. Dari jumlah ekspor tersebut, hanya sekira 10 persen yang diwajibkan diperdagangkan melalui bursa CPO.
Menurut Didid, penetapan kebijakan 10 persen dari jumlah ekspor bertujuan untuk lebih memudahkan dalam menetapkan harga acuan. Ia juga mengatakan ekspor ini tidak akan mengganggu domestic market obligation (DMO).
"Harga dalam negeri tidak masuk bursa dengan berbagai pertimbangan dan kita tetap memperhatikan DMO. Jadi ketika ekspor CPO, dia harus memenuhi DMO dulu, ketika sudah bisa memenuhi baru masuk bursa, setelah itu baru dapat persetujuan ekspor," kata Didid.
Kebijakan ekspor CPO diharapkan bisa rampung pada Juni 2023, sesuai dengan perintah Menteri Perdagangan (Mendag) Zulkifli Hasan terkait dengan bursa CPO. Saat ini Bappebti, Badan Kebijakan Perdagangan (BK Perdag) dan Ditjen Perdagangan Luar Negeri telah menyusun kerangka Permendag terkait hal tersebut yang intinya, kebijakan yang diatur adalah ekspor untuk CPO (HS 15.111.000).
Bappebti juga tengah merancang peraturan Bappebti serta Peraturan dan Tata Tertib Bursa Berjangka. Diharapkan kebijakan ini dapat membentuk price reference di bursa karena terjadinya transaksi antara banyak pembeli dan penjual.
Harga yang terbentuk juga akan transparan dan akuntabel serta real time sehingga dapat dipergunakan dalam penentuan Harga Patokan Ekspor (HPE) oleh Kementerian Perdagangan dan Bea Keluar (BK) oleh Kementerian Keuangan.
"Di sisi hulu kebijakan ini juga dapat memperbaiki harga TBS (tandan buah segar) bagi petani/PKS. Kementerian Perdagangan menargetkan pada Juni 2023 sudah dilakukan launching kebijakan ekspor CPO melalui bursa berjangka di Indonesia," ujar Didid.