Sabtu 20 May 2023 22:36 WIB

Todung Minta Indonesia Belajar dari Malaysia yang Hapus Hukuman Mati

Pasal 100 KUHP jalan tengah pihak yang setuju dan menolak hukuman mati di Indonesia.

Praktisi hukum senior Todung Mulya Lubis.
Foto: Antara/Hafidz Mubarak A
Praktisi hukum senior Todung Mulya Lubis.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) membuka babak diskursus baru tentang penerapan hukuman mati. Salah satu terobosan yang dibawa KUHP baru tersebut adalah pengaturan baru mengenai pidana mati.

Praktisi hukum senior Todung Mulya Lubis menuturkan, awal mula dirinya menolak hukuman mati di Indonesia dengan mendatangi Wakil Presiden Adam Malik bersama para seniornya Yap Thiam Hien dan sejumlah rekan. Mereka kompak menyampaikan aspirasi menolak hukuman mati kepada wapres pada era Soeharto tersebut.

Todung pun mengeklaim, gerakan Hapus Hukuman Mati (Hati) yang dipeloporinya menjadi kian vokal. "Sikap saya terhadap hukuman mati masih sama, sejak awal menjadi penggiat HAM sampai hari ini. Saya menolak hukuman mati. Dalam kasus apa saja, kepada siapa saja," kata Todung dalam siaran pers di Jakarta, Sabtu (20/5/2023).

Dia menilai, perubahan pidana mati dalam UU Nomor 1 Tahun 2023  merupakan langkah positif dari sejarah panjang Indonesia yang menolak penghapusan pidana mati. "Pasal 100 KUHP Baru ini wujud nyata dari jalan tengah yang mengompromikan pihak yang setuju dan menentang hukuman mati," ucap Todung yang menjadi pemateri 'FGD Kesenjangan Pengaturan Pidana Mati dalam KUHP Baru dengan Status Quo: Masalah dan Urgensi'.

Eks Dubes Norwegia tersebut menuturkan, ide awal adanya pidana percobaan selama 10 tahun dicetuskan oleh Prof Mardjono Reksodiputro dalam kapasitasnya sebagai ahli dalam pengujian konstitusionalitas hukuman mati pada 2007. Todung mengakui, dalam perjalannya memperjuangkan penghapusan hukuman mati, muncul cibiran dari rekan yang menilai hukuman mati dibolehkan dalam hukum Islam.

Dia menyebut, narasi tersebut layak dipertanyakan kembali sebab negara tetangga Malaysia dalam konstitusinya mengaku sebagai negara Muslim sudah menghapus hukuman mati yang bersifat wajib. Jika Malaysia sebagai negara Islam bisa melakukannya, menurut Todung, Indonesia pun bisa bergerak ke arah itu.

"Baru-baru ini, Malaysia menghapus hukuman mati yang bersifat mandatory sebagai janji dari Perdana Menteri Malaysia, Anwar Ibrahim. Bahkan, mereka telah bergerak lebih jauh dari itu dengan menghapus pidana penjara seumur hidup. Hal ini tentu meruntuhkan dalil pendukung hukuman mati yang menggunakan hukum Islam sebagai justifikasinya," ucap Todung

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement