Ahad 21 May 2023 09:28 WIB

Perdebatan Kenaikan Plafon Utang AS Belum Capai Titik Temu

Kedua belah pihak menganggap proposal pihak lain terlalu ekstrem.

Rep: Rahayu Subekti/ Red: Friska Yolandha
Potongan tumpukan uang kertas 100 dolar AS berjalan di depan Biro Pengukiran dan Pencetakan Fasilitas Mata Uang Barat di Fort Worth, Texas, 24 September 2013.Perdebatan pemerintahan Presiden Joe Biden dan anggota Kongres Partai Republik pada Sabtu (20/5/2023) mengenai kenaikan pagu utang federal sebesar 31,4 triliun dolar AS belum menemui titik temu.
Foto: AP Photo/LM Otero
Potongan tumpukan uang kertas 100 dolar AS berjalan di depan Biro Pengukiran dan Pencetakan Fasilitas Mata Uang Barat di Fort Worth, Texas, 24 September 2013.Perdebatan pemerintahan Presiden Joe Biden dan anggota Kongres Partai Republik pada Sabtu (20/5/2023) mengenai kenaikan pagu utang federal sebesar 31,4 triliun dolar AS belum menemui titik temu.

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Perdebatan pemerintahan Presiden Joe Biden dan anggota Kongres Partai Republik pada Sabtu (20/5/2023) mengenai kenaikan pagu utang federal sebesar 31,4 triliun dolar AS belum menemui titik temu. Dikutip dari Reuters, Sabtu (20/5/2023) kedua belah pihak menganggap proposal pihak lain terlalu ekstrem.

Sekretaris Pers Gedung Putih, Karine Jean-Pierre mencatat dalam sebuah pernyataan bahwa Biden dan Ketua Dewan Perwakilan Rakyat dari Partai Republik, Kevin McCarthy setuju kesepakatan anggaran apa pun harus bersifat bipartisan. Selain itu juga menawarkan proposal yang ditawarkan Partai Republik terlalu jauh dari hak untuk meloloskan Kongres.

Baca Juga

"Dan mari kita serius tentang apa yang bisa dilakukan secara bipartisan, sampai ke meja presiden dan kurangi defisit," kata Jean Pierre.

Pernyataan Sabtu malam menyatakan tim Biden bersedia bertemu kapan saja untuk membahas kembali hal tersebut. Biden mengatakan dirinya masih yakin default dapat dihindari.

Sementara McCarthy mengatakan kepada wartawan di Capitol, pembicaraan tidak dapat dilanjutkan sampai Biden kembali ke negara tersebut dari pertemuan G7 di Jepang. McCarthy menuding Demokrat mengambil posisi yang terlalu ekstrem ke kiri.

"Sayangnya, Gedung Putih bergerak mundur. Sayap sosialis dari Partai Demokrat tampaknya memegang kendali," ujar McCarthy.

DPR yang dipimpin McCarthy bulan lalu juga mengeluarkan Undang-undang yang akan memotong sebagian besar pengeluaran pemerintah sebesar delapan persen pada tahun depan. Demokrat mengatakan hal itu akan memaksa pemotongan rata-rata setidaknya 22 persen pada program-program seperti pendidikan dan penegakan hukum.

Sementara itu, Partai Republik memegang mayoritas tipis kursi di DPR dan rekan Demokrat Biden memiliki kendali sempit di Senat. Hal itu membuat tidak ada kesepakatan yang dapat disahkan tanpa dukungan bipartisan.

 

sumber : Reuters
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement