Ahad 21 May 2023 15:46 WIB

Titik Kritis Kehalalan Mirin, Bumbu Masakan Jepang

Pengganti mirin bisa saja dengan bahan campuran gula dan air dengan rasio 3:1.

Rep: Santi Sopia/ Red: Natalia Endah Hapsari
Untuk memasak teriyaki Jepang biasanya membutuhkan bumbu mirin, ganti mirin yang beralkohol dengan madu atau gula untuk mendapat rasa manis.
Foto: Republika/Rakhmawaty La'lang
Untuk memasak teriyaki Jepang biasanya membutuhkan bumbu mirin, ganti mirin yang beralkohol dengan madu atau gula untuk mendapat rasa manis.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA---Mirin kerap digunakan sebagai bumbu dari masakan Jepang yang kini banyak digemari masyarakat Indonesia. Mirip dengan sake, namun mirin memiliki kandungan lebih banyak gula dan lebih rendah alkohol.

Dalam Islam, mirin termasuk dalam kategori haram digunakan, meskipun melalui proses pemanasan terlebih dahulu. Titik kritis kehalalan mirin ada pada kandungan alkoholnya. “Mirin tidak halal atau haram karena mengandung alkohol sekitar 10-14 persen,” demikian unggahan seperti dikutip dari akun Instagram Halal Corner, Ahad (21/5/2023).

Baca Juga

Kendati alkoholnya dapat dibuat lebih rendah bahkan hanya nol koma sekian persen, tetap statusnya haram. Pengganti mirin bisa saja dengan bahan campuran gula dan air dengan rasio 3:1

Madu atau sirup agave (sejenis tanaman kaktus) juga bisa dimanfaatkan sebagai pengganti mirin. Atay memilih cuka beras berlabel halal untuk mendapatkan rasa umami.

Mirin adalah anggur beras umami yang manis dan sering dipakai untuk menghasilkan rasa gurih sekaligus pengganti gula. Bumbu itu juga biasa dijadikan sebagai penyeimbang rasa dari kedelai atau miso.

Menurut laman Halal MUI, produk yang menyerupai minuman beralkohol seperti mirin, sake, dan shoju tidak akan diproses untuk dibuktikan kehalalannya. Hal itu karena produk yang mengimitasi sesuatu yang haram tidak akan dapat dinyatakan halal.

Misalnya, sake kerap dimanfaatkan untuk menghilangkan bau amis. Maka seorang Muslim bisa memilih lemon sebagai penghilang bau amis pada ikan.

MUI telah menegaskan bahwa mirin haram, sekalipun yang sintetis. Direktur Utama LPPOM MUI, Muti Arintawati, menganjurkan agar Muslim tidak perlu mencari-cari penggantinya. Namun, seorang Muslim bisa saja memperhatikan fungsi dari makanan tersebut sehingga bisa mempertimbangkan alternatif halal yang memiliki manfaat serupa.

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement