REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Bidang Hukum Busyro Muqoddas merasa, prihatin dengan kondisi negara saat ini. Ia menduga ada pihak yang sengaja membuat negara ini 'sakit' atau dilanda masalah.
Hal itu dikatakan Busyro dalam diskusi '25 Tahun Reformasi: Tantangan Mewujudkan Keadilan Negara Hukum', di Gedung Pusat Dakwah Muhammadiyah, Jakarta pada Senin (22/5/2023). Busyro mengevaluasi ada yang salah setelah reformasi berjalan seperempat abad.
"Perlu penyehatan negara ini karena memang dibikin sakit," kata Busyro dalam kegiatan tersebut.
Busyro menjelaskan, maksud negara sakit ialah ketika terkikisnya rasa kepedulian terhadap sesama. Ia menyayangkan upaya mewujudkan kesejahteraan rakyat yang semakin mengendur.
"Ketika kekuasan masyarakat sipil mulai diintervensi, kalangan dosen disibukkan dengan administrasi nyaris tidak peduli denga urusan keadilan, mana ada forum rektor bersikap atas masalah negara? Paling hanya satu dua dosen. Kalau dulu kekuatan masyarakat konkret," sambung Busyro.
Busyro juga mencontohkan, krisis kemanusian yang terjadi di Wadas, Kendeng, dan Banyuwangi. Ketiga kasus itu menurutnya menjadi contoh terkikisnya semangat reformasi. Bahkan Busyro harus menjaminkan diri agar petani Banyuwangi tak dikriminalisasi.
"Kasus kemanusiaan tadi bagian dari hilir dari aspek hulu yaitu limbah politik di pusat. Hulunya mencerminkan satu karakter politik yang tidak jelas wajahnya," singgung Busyro.
Busyro yang menjadi saksi sejarah reformasi mengingatkan betapa buruknya era kepemimpinan Soeharto. Ia mempertanyakan ciri-ciri era Orde Baru (Orba) seolah berulang pada saat ini.
"Gerakan reformasi jebol fondasi ideologi era orba yang melahirkan corak kepemimpinan otoriter cirinya anti HAM, anti kritik, penegakkan hukum dikooptasi, penegakkan hukum jadi pembunuhan nilai hukum, sangat tidak berkeadaban. Sekarang apakah itu ada? Sekarang apa ada situasi yang lebih mengerikan?" sindir Busyro.
Atas permasalahan tersebut, Busyro sepakat agar muncul lagi gerakan masyarakat layaknya reformasi. Ia berharap, gerakan ini dapat membantu memperbaiki situasi bernegara.
"Harus ada gerakan konkret bersama karena situasi nggak bisa ditoleransi lagi," tegas Busyro.