REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- PT PLN (Persero) menargetkan penggunaan campuran biomassa untuk menurunkan penggunaan batu bara sebagai bahan bakar utama di 52 unit Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) hingga tahun 2025 mendatang. Executive Vice President of Energy Transition and Sustainability, PLN, Kamia Handayani mengatakan, perseroan telah berkomitmen untuk tidak lagi membangun PLTU batu bara baru.
Pencampuran biomassa itu pun sekaligus menjadi langkah pemerintah yang ingin mempesiunkan PLTU batu bara. "Bagaimana dengan PLTU existing? Bagaimana dekarbonisasi di situ? kita sudah melakukan 2020 uji coba co-firing. Jadi, kita lakukan co-firing pada biomassa dan sudah mulai diimplementasikan komersial, bukan uji coba lagi," kata Kamia dalam Green Economic Forum di Hotel Kempinski, Jakarta, Senin (22/5/2023).
Kamia mencatat sampai dengan tahun 2022, perseroan telah melakukan co-firing pada 37 pembangkit listrik. Hingga 2025 mendatang PLN menargetkan total PLTU baru bara yang mencampur bahan bakar biomassa akan mencapai 52 unit dan diyakini bakal signifikan menurunkan emisi karbon.
Lebih lanjut, ia menjelaskan dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2021-2030 ada 13,3 Giga Watt total kapasitas pembangkit baru basis batubara yang rencananya dibangun namun akhirnya dibatalkan. Sebagai gantinya, PLN harus memenuhi rencana tersebut dengan pembangkit listrik berbasis energi baru terbarukan (EBT).
"Sampai saat ini implementasi co-firing sudah menurunkan 1 juta ton, sementara dari 13,3 GW (rencana awal) itu emisi yang dikurangi sudah ratusan juta ton karena mengurangi PLTU batu bara baru, kita cegah. Jadi hitungannya sudah miliar ton," kata dia.