REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Dolar AS masih memegang peranan penting dalam skema pembayaran internasional. Bagaimana dolar AS bisa menjadi hegemoni?
Ekonom Universitas Airlangga (Unair) Prof. Rossanto Dwi Handoyo menjelaskan, dolar AS sebagai mata uang dunia lahir dari Perjanjian Bretton Woods. Perjanjian tersebut menghasilkan Sistem Bretton Woods, yaitu sistem dimana dolar AS menggunakan emas sebagai standar dan nilai mata uang lainnya akan ditautkan pada nilai dollar AS.
Bretton Woods muncul setelah era perang dunia kedua ketika di antara beberapa negara melakukan transaksi perdagangan dan menghasilkan kekacauan pembayaran. "Kala itu mereka bingung, mata uang lokal tidak diterima, kalau dengan emas harganya fluktuatif," kata Rossanto, Senin (22/5/2023).
Rissanto menjelaskan, melihat persoalan yang terjadi, Amerika Serikat menawarkan dan menjaminkan dolar sebagai mata uang pembayangan dalam perdagangan antarnegara. Dalam komitmennya ketika itu, Amerika akan menjaminkan 1 per 35 ons (ounce atau oz) emas dalam setiap cetakan satu dolar.
Dengan adanya jaminan Amerika seperti itu, muncul kepercayaan (trust) dunia internasional kepada dolar Amerika. "Dari itu, setiap Amerika mencetak mata uang harus di-back up oleh emas yang ditaruh di bank sentral Amerika," ujar guru besar bidang Ilmu Ekonomi Internasional tersebut.
Namun, lanjut Rossanto, sistem tersebut akhirnya runtuh pada sekitar 1970-an akibat ketidakmampuan Amerika dalam menjamin mata uangnya. Ekonomi AS saat itu pun mengalami stagflasi dengan tingginya tingkat pengangguran. Ketidaksesuaian tersebut, kata dia, yang meruntuhkan perjanjian Bretton Woods.
"Tapi kemudian, walaupun sistem itu sudah runtuh, dunia masih percaya dengan dolar Amerika dibandingkan dengan mata uang yang lain. Sehingga sekarang berlaku sistem perdagangan mata uang dengan flexible exchange rate," kata dia.
Kekuatan dolar yang telah terpupuk lama tersebut belum mampu digantikan oleh lainnya. Maka dari itu, kata dia, dolar AS tetap menjadi acuan hingga kini. Setiap pertukaran mata uang antarnegara, maka dolar akan menjadi penyambung dalam pertukaran nilai yang terjadi.
"Dolar itu paling nyaman. Jadi kalau kita pegang dolar, semua orang mau terima tapi kalau kita pakai mata uang negara lain, belum tentu mereka mau," ujar dia.