Selasa 23 May 2023 12:21 WIB

Jampidsus: Korupsi Komoditas Emas Terkait Ekspor-Impor

Potensi kerugian negara dari manipulasi bea ekspor-impor emas mencapai Rp 47,1 tahun.

Rep: Bambang Noroyono/ Red: Agus raharjo
Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Febrie Adriansyah
Foto: Bambang Noroyono
Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Febrie Adriansyah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Penyidikan korupsi pengelolaan emas disebut terkait kegiatan ekspor-impor komoditas logam mulia. Kejaksaan Agung (Kejagung) mengeklaim memiliki bukti-bukti permulaan cukup terkait dengan adanya praktik tindak pidana korupsi yang merugikan negara puluhan triliun sepanjang 2010-2022.

Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Febrie Adriansyah menerangkan, kasus tersebut saat ini dalam penyidikan intensif untuk segera menemukan tersangka. “Konstruksi kasus ini terkait dengan kegiatan ekspor-impor emas. Dari ekspor-impor itu oleh penyidik saat ini sedang didalami terkait dengan proses keluar-masuknya barang (emas) dan keabsahannya secara hukum,” kata Febrie kepada Republika.co.id, Selasa (23/5/2023).

Baca Juga

“Dalam kegiatan ekspor-impor emas itu, ada kepentingan hak-hak negara di situ yang dirugikan. Terutama terkait dengan bea masuk (tarif pajak) dan lain-lainnya,” ujar Febrie menambahkan.

Febrie menerangkan, di Jampidsus, penyelidikan kasus dugaan korupsi pengelolaan emas ini sebetulnya sudah dilakukan sejak 2021. Akan tetapi, baru meningkat ke penyidikan pada 10 Mei 2023 setelah para jaksa penyidik meyakini adanya alat bukti atas perbuatan pidana dalam proses ekspor-impor komoditas logam mulia tersebut.

“Jadi, ini kita naik sidik (penyidikan) kasus ini karena memang kita sudah punya alat bukti permulaan yang cukup bahwa ada perbuatan yang melawan hukum dalam proses pengelolaan emas ini. Dan itu kita melihat ada hak-hak negara yang dirugikan di dalam prosesnya,” kata Febrie menegaskan.

Febrie belum bersedia membeberkan berapa potensi kerugian negara terkait kasus tersebut. Akan tetapi, pada 14 Juni 2021 saat rapat kerja Komisi III DPR bersama Jaksa Agung ST Burhanuddin terungkap, potensi kerugian negara dari manipulasi bea ekspor-impor emas tersebut mencapai Rp 47,1 triliun.

April 2023, saat rapat kerja dengan Komisi III DPR, Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD juga mengaku, adanya aliran tindak pidana pencucian uang (TPPU) senilai Rp 189 triliun di Dirjen Bea Cukai terkait dengan ekspor-impor emas batangan. Nilai tersebut terungkap bagian dari Rp 349 triliun dugaan TPPU yang terjadi di Kementerian Keuangan (Kemenkeu).

Namun, Febrie menerangkan, kasus dugaan TPPU senilai Rp 189 triliun yang disampaikan Menko Polhukam Mahfud MD di Komisi III hanya berbeda jangka waktu peristiwa pidananya, dari kasus yang penyelidikannya dilakukan tim di Jampidsus sejak 2021 tersebut. Akan tetapi, dikatakan dia, kasus itu saling beririsan.

“Sampai saat ini, dugaan yang disampaikan oleh Pak Menko (Mahfud MD) itu, tempus-nya berbeda. Di kita itu 2010-2022 dan di sana, itu sejak tahun 2000-an dan itu lebih jauh tempus-nya,” ujar Febrie menambahkan.

Di penyidikan Kejagung sendiri, tim penyidikan di Jampidsus sudah melakukan serangkaian pemeriksaan sejak pekan lalu, dan tindakan penggeledahan di tujuh kota. Rangkaian pemeriksaan sementara ini sudah meminta keterangan saksi-saksi dari pihak Dirjen Bea Cukai.

Sejumlah pengusaha komoditas emas juga turut diperiksa dalam penyidikan berjalan kasus ini. Sedangkan, penggeledahan di lakukan di badan-badan usaha logam mulia dan emas batangan yang dilakukan di Surabaya, Jawa Timur (Jatim).

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement