REPUBLIKA.CO.ID, DEPOK -- Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia (FISIP UI) bersama dengan Center for South East Asian Studies (CSEAS), Institute for Global Environmental Strategies (IGES), dan Economic Research Institute for ASEAN and East Asia (ERIA) melakukan kolaborasi riset dan kampanye untuk mendorong masyarakat dalam mengurangi penggunaan plastik sekali pakai. Pedekatan yang dilakukan adalah behavioral insight atau wawasan prilaku.
"Behavioral insight penting untuk mengurangi sampah plastik di Indonesia. Tujuan pilot ini adalah bagaimana pengaplikasian behavior insight dalam pengurangan sampah plastik di Indonesia,” ujar Atsushi, Programme Director IGES dalam seminar bertajuk “Reducing Single-Use Plastic Usage with Nudging Strategy to Encourage a Sustainable Lifestyle” di FISIP UI belum lama ini.
Dosen FISIP UI sekaligus tim peneliti Snezana Swasti Brodjonegoro menyampaikan, dari riset yang telah dilakukan di FISIP UI, didapatkan sebanyak 98 persen masyarakat FISIP UI telah mengetahui jika penggunaan plastik sekali pakai berbahaya untuk lingkungan. Dari hasil riset tersebut tercipta campaign design, dengan memunculkan awareness, pemahaman kemudian diharapkan menjadi behavior.
Menurut dia riset yang dilakukan berfokus pada nudging strategy untuk mengurangi penggunaan plastik sekali pakai. Ia menjelaskan, nudge theory merupakan suatu cara untuk mengubah perilaku individu melalui dorongan persuasif dengan memberikan penekanan pada tiga aspek, yaitu psikologi, ekonomi, dan sosial.
“Contohnya seperti di kantin, sekarang sudah tidak ada sedotan plastik lagi. Jadi, suka tidak suka, kita sudah tidak memakai sedotan plastik lagi. Terkadang, dari ‘pemaksaan’ tersebut diharapkan muncul behavior yang baik dalam penggunaan single use plastic,” kata Snezana.
Sementara itu, Denia Isetianti salah seorang pegiat sosial menjelaskan bahwa sampah plastik di Indonesia belum dikelola dengan tepat. Dia mencontohkan bahwa sampah plastik tidak dikumpulkan sesuai dengan kategorinya, dibuang pada tempat pembuangan terbuka atau bocor dari tempat pembuangan sampah yang tidak dikelola dengan baik.
Selain itu, menurut pemantauannyabsungai juga masih menjadi ‘tempat sampah’ bagi beberapa masyarakat Indonesia. Ini tidak hanya berdampak buruk pada lingkungan tetapi juga mencemari kehidupan di sungai dan laut.
“Menurut saya, contoh dari sekelompok pemuda Pandawara yang aksi bersih-bersih sungainya viral di berbagai media sosial, merupakan sebuah aksi yang baik walaupun itu sangat berbahya bagi tubuh manusia, karena membersihkan sungai yang banyak sekali sampahnya. Indonesia butuh generasi muda yang seperti mereka,” ujar Denia.
Ia juga berpesan, bahwa dalam menjalankan kampanye pengurangan sampah plastik ini harus menerapkan ‘ngajak jangan ngejek’. “Mari mencontohkan yang baik lalu mengajak orang sekitar dan orang sekitar jangan mengejek orang-orang yang sedang berjuang dan berusaha untuk lingkungan yang lebih baik,” kata Denia yang merupakan Founder dan CEO Cleanomic, sebuah platform social media untuk menginspirasi masyarakat Indonesia agar menjadi konsumen bijak yang mendukung perekonomian hijau dan berkelanjutan di Indonesia.
Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) pada 2021, menunjukkan Indonesia telah menghasilkan limbah plastik sebanyak 66 juta ton/tahun dan sekitar 3,2 juta ton limbah sampah tersebut terbuang ke laut.